BRI Tingkatkan Pemberdayaan dan Pendampingan UMKM untuk Go to Internasional

BRI TIngkatkan Pemberdayaan UMKM
Dian Suri Handayani dan Co Founder Kunang Jewellery. Sumber: Dokpri

Kukejar yang selama ini kucari

Tekad kuat membantuku terus berlari

Menggapi sebuah mimpi

Aku menjadi seorang pejuang

Penuh strategi dan dukungan dari BRI

Peluang kukejar hingga berhasil

                                    Berbuah manis, jadi UMKM Eksportir

Dian Suri Handayani, seorang perempuan lulusan dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB , melanjutkan studinya di Instituto Europeo di Design Milan, lulus dengan predikat cum laude

Perhatian kepada perhiasan yang jadi magnet baginya adalah justru barang-barang bekas dari logam. Logam? Apakah tidak salah mendengar? Anda pasti nggak yakin bahwa logam bekas seperti kuningan, kabel, tembaga dapat menjadi sebuah perhiasan yang sangat estetik. 

Ternyata Anda tidak salah dengar. Dengan bahan-bahan bekas logam itu di tangan Dian Suri Handayani dirubah menjadi perhiasan yang mempesona karena nilainya yang sangat tinggi. Dian Titik awal bisnisnya terjadi ketika Dian Suri Handayani sebagai Founder "Kunang Jewelery" mendesain perhiasan dari koleksi batu permata milik ibunya. Hasilnya, batu permata itu jadi perhiasan yang sangat estetik, mempesona 

Kenapa justru memilih barang bekas logam? Disur panggilan dari Dian Suri Handayani memiliki pengalaman panjang dalam dunia desain perhiasan , hampir 12 tahun, Awalnya, Dian melihat bagaimana proses panjang dan produksinya, tempat penggalian emas yang ditinggalkan tanpa mengingat eco-friendly. Semua lubang-lubang besar dari penggalian itu akan menyisakan kerusakan alam dan lingkungan sekitarnya. 

Disur tentu prihatin dengan kondisi itu. Dengan perspektif menjaga lingkungan yang lebih baik, Dian ingin menghasilkan sesuatu yang indah dengan menggunakan sisa-sisa sampah logam, menjadi perhiasan yang sangat bernilai tinggi. 

Ngga mudah memulai bisnisnya karena perlu banyak “trial and error”, untuk melakukan eksperimen menciptakan perhiasan yang unik, estetik dan indah itu. Cukup lama eksperimennya yaitu 2 tahun. 

Dalam mengumpulkan sampah logam, Dian bermitra dengan tiga tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di kota Denpasar, yaitu TPST Panjer, TPST Gatsu dan TPST Ubung. Semua material kuningan, tembaga dan pecahan kaca itu dibelinya dalam jumlah yang bervariasi, misalnya harga tembaga yang terkumpul akan dibeli dengan harga Rp.120.00 per kg dan kuningan dengan harga Rp.95.000 per kg. 
BRI Berdayakan UMKM
Sumber:  Dokpri


Logam yang sudah dibuang di TPST itu didaur ulang, diproses agar tidak korosif. Sifat dari logam tidak berkarat, berbeda dengan besi yang akan cepat berkarat. 

Proses berikutnya akan diberikan kepada para perajin yang sudah diberikan training . Perajin yang digandeng tersebar mulai di Gianyar, Badung, dan Bangil. Para pengrajin punya skill yang berbeda sehingga sulit untuk memproduksi perhiasan dalam jumlah besar dengan kualitas yang sama. Produk yang dihasilkan perajin itu seperti cincin, gelang sangat estetik. 

Disur terus melatih perajin agar skill mereka terus ditingkatkan dan perlu disamakan kualitas hasil kerjanya. Inovasi selalu digaungkan dengan bekerjasama dengan komunitas dan Yayasan . 

Disur sendiri tidak pernah berhenti untuk mengikuti pelatihan dan pemberdayaan yang diadakan oleh BRI dalam event atau acara UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR. BRI telah mengkurasi produk “Kunang Jewelry” sebagai produk yang keberlanjutan dengan mendukung 4R seperti repair, redesign, remade, renew menjadi nilai yang tinggi untuk produk yang berkelanjutan, layak pakai dan tinggi nilai artistik 

 Dengan kegigihan dan ketangguhan untuk menampilkan produknya di BRILIANPRENEUR, berhasil memikat beberapa pembeli dari Jepang, Jerman, Austria dan Amerika dan bertransaksi dengan Kunang Jewelry. Akhirnya, produk mereka ini berhasil tembus ke negara-negara tersebut. 

"Kunang Jewelry" adalah salah satu UMKM Go Internasional yang berhasil diberdayakan oleh BRI untuk UMKM yang naik kelas dan menjadi exportir.

 Latar Belakang UMKM di Indonesia 

BRI Berdayakan UMKM
Sumber: Databoks


Paska pemulihan pandemi Covid 19, perekonomian Indonesia sangat didukung dan ditopang oleh UMKM. Sektor ini mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61% atau senilai dengan Rp.9.580 triliun. Selain itu UMKM mampu menyerap 117 juta pekerja atau 97 persen dari total tenaga kerja informal.

BRI TIngkatkan Pemberdayaan
Kontribusi UMKM. Sumber: databoks



Dengan dasar itu Indonesia punya basis ekonomi nasional yang kuat karena UMKM telah menguasai kekuatan ekonomi dengan jumlah yang besar dan kekuatan menyerap tenaga kerja. 

Namun, pertumbuhan UMKM mulai dari usaha mikro sebesar 107,4 juta, usaha kecil sebesar 5,8 juta dan usaha menengah 3,7 juta, totalnya mencapai 65,4 juta , tidak semuanya dapat bangkit sesuai dengan ekspektasi. 

UMKM yang terpuruk kena imbas Covid 19, masih mengalami berbagai kendala. Kendala yang sering ditemui mereka adalah akses untuk kredit di perbankan, pemasaran yang sulit dijangkau, pengolahan produk yang masih gunakan pola tradisional. 

Mengingat pentingnya peran UMKM dalam perekonomian Indonesia, pemerintah melakukan pemberdayaan dan pendampingan dengan dua cara. Strategi pertama adalah menggenjot pertumbuhan existing UMKM menjadi UMKM naik kelas atau Go Internasional, sedangkan strategi kedua adalah sumber pertumbuhan baru, Ultra Mikro melalui Holding Ultra Mikro. Dalam hal ini, BRI sebagai induk holding, sementara Pegadaian dan PNM memberikan inklusi dan literasi keuangan di segmen Ultra Mikro. 

Pencapaian dari program ini cukup besar peningkatannya yaitu 36 juta debitur atau 10,4% per tahunnya, pembiayaan ekosistem Umi sebesar Rp.577,9 triliun. 

Program pemberdayaan dan pendamping yang dilakukan oleh BRI sebagai berikut

1. Desa BRILiaN:  

Merupakan inkubasi Desa dengan mengembangkan potensi desa dalam 4 aspek.

 2.Program Klasterku Hidupku: 

Memberdayakan 1748 UMKM, dengan 1155 pelatihan, literasi dan 372 bantuan sarana dan prasarana produktif. 

3.Rumah BUMN BRI:  

 Merupakan wadah bagi langkah kolaborasi BUMN, termasuk BRI dalam membentuk Digital Economy Ecosystem melalui pembinaan bagi UKM untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UKM itu sendiri. 

4. UMKM EXPO(RT) BRILianpreneur 

BRI TIngkatkan Pemberdayaan UMKM
Brilianpreneur 2022:  Dokumen pribadi


Merupakan ajang pemberdayaan UMKM untuk naik kelas menjadi UMKM Go Internasional. Sejak tahun 2019, diadakan suatu acara showcase Road to UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR. 

Pada tahun 2023 saya hadir dalam acara UMKM Expo(RT) yang diadakan pada tanggal 7-10 Desember di Jakarta Convention Centre dengan tema “Crafting Global Connection".

Begitu saya memasuki ruangan JCC, terlihatlah 500 UMKM yang telah berhasil menang setelah dikurasi dari segi produk, kualitas dan bisnis yang berkelanjutan. Pembagian booth dalam 5 kategori yaitu home décor & craft, food & beverage, accessories & beauty, fashion & wastra dan wellness & healthcare. 

Para UMKM itu ternyata punya kemampuan dan kekuatan yang handal dalam bidang produk yang kompetitif baik secara harga maupun kualitas dengan kompetitornya di negara pengekspor. Even yang disponsori dan difasilitasi oleh BRI ini mempertemukan calon “buyer” dan para UMKM. Acara ini sebagai wujud nyata BRI mendorong bangkitnya UMKM Indonesia mendukung para pelaku UMKM untuk menuju pasar global. 

Kesimpulan

Evaluasi program UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENUR yang dilakukan hampir 5 tahun, hasilnya cukup memuaskan. Strategi yang dilakukan oleh BRI dalam pemberdayaan dan pelatihan UMKM terbukti efektif dalam membantu UMKM untuk naik kelas dan go internasional.

Para UMKM yang telah dikurasi dan terlibat dalam program ini mendapatkan bekal untuk bertransformasi  menjadi UMKM Exportir yang dapat mengakses pasar global dan dapat berkontribusi dalam perekonomian nasional. Mereka juga akan makin kuat dan tangguh dalam bersaing dengan pesaingnya di tingkat internasional.


Sumber referensi

  •  Olah Sampah Logam jadi Perhiasan, Produk Kunang bisa di Ekskpor : bali.bisnis.com/
  •  Kunang Jewely Shop: Manfaatkan Limbah Logam Jadi Cuan: Kompas.tv/bisnis/ 
  •  (RT) BRIlianpreneur 2023 : https://brilianpreneur.com/

Sejarah Mendapatkan Nama Baruku

Sulitnya Mencari Nama Baru
dokpri

Rumah kelahiranku serasa terbayang kembali. Hampir 50 tahun lalu saat aku meninggalkan rumah kenangan indah. Bukan rumah “gedong” tapi rumah bangunan dengan gaya arsitektur tradisional. Rumah dengan pintu dan jendela-jendela terbuka besar. Seolah-olah siapa pun yang ingin melihat ke dalam rumah, cukup menengok di jendela itu.

Mudah sekali menemukan rumaku karena lokasinya yang strategis. Dari jalan besar yang ditengahnya ada Sungai yang mengalir maka jalan besar itu di sebut kampung kali. Begitu masuk beberapa meter dari gang, ada pertigaan, rumahku persis di sebelah kiri dari kedua rumah. 

Ngga ada yang istimewa dari rumah-rumah di kampungku. Justru istimewanya, adalah hubungan relasi sosial yang kuat antar tetangga. Waktu tamu datang dan bertanya alamat seseorang, pasti jawabannya, wah saya kenal si A rumahnya di sebelah kanan/kiri jalan gang ke dua. 

Tanpa sungkan pasti orang yang ditanya akan menunjukkan rumah orang yang dicari . Loh kok bisa kenal, padahal di era itu belum ada gadget, internet. Rahasianya dilarang ngrumpi sesama tetangga, tapi motonya menjaga kebersamaan. Moto “Lu susah, gua juga ikut susah”. 

"Sesama tetangga dilarang tidak kenal. Jika tidak kena, merekal ngga akan diajak outing bersama. Ada perjanjian tidak tertulis dengan para tetangga setiap 2 bulan sekali , kita semua piknik. Ngga perlu jauh-jauh dari Semarang, sekitar l-2 jam, ke Bandungan atau Kopeng. 

Begitu sampai di Kopeng, anak-anak yang masih suka bermain segera berlarian di playground, termpat terbuka yang ada ayunan, perosotan., Anak-anak sudah lupa dengan ayah ibunya, mereka meninggalkan orang tuanya. 

Para ayah-dan ibu saling ngobrol dan ngrumpi sambil ngrujak atau makanan kecil. Suasananya santai, rilek dan “healing” banget. Tidak ada permusuhan, persaingan saat kumpul. Anak-anak sebaya pasti ramai berlarian dan saling kejar-kejaran. Teman terdekat adalah tetangga. Baik anak lelaki atau perempuan. Usia mereka semua sebaya dengan diriku. 

Sementara aku dengan kakakku memiliki perbedaan usia yang tinggi, 11 tahun. Karakterku paling pendiam, jadi aku sering dipanggil “gong mati” artinya jika tidak ditanya atau diusilin, pasti ngga berbunyi. 


Suatu hari, namaku berubah, aku dipanggil nama lengkapku ditambah embel-embel, “Tan Siok Lie” kecil, aku bingung, siapa yang berani manggil nama begitu lengkap ditambah kecil. Sambil menengok ke kiri ke kanan mencari sumber panggilan, aku baru melihat sosok seorang kakak yang lebih besar. Aku sedikit marah karena dia berani-beraninya merubah namaku.

Melihat aku marah, kakak yang kusebut saja Handoko itu, datang menggandeng tanganku. Dia bercerita panjang kepadaku. Sejarah nama yang baru saja ia lontarkan. Ech, papa dan mamahmu pernah cerita ngga gimana kamu dapat nama itu? Aku cuma menggelengkan kepala, tanda aku tidak pernah mendengar sejarahnya. 

Kak Handoko pun bercerita, begini, waktu kamu mau lahir, papi dan mamimu itu bingung setengah mati mencari nama buat bayi perempuan. Mereka tak pernah berpikir ada bayi lagi setelah kakakmu berusia 11 tahun. Bingung cari nama tanya ke tetangga. Loh dulu itu ngga ada embah “google” yang punya solusi cepat, tepat. Jadi solusinya hanya tanya tetangga. 

Tetangga yang ditanya itu kebetulan punya tujuh anak, sudah pengalaman sekali dengan nama anak. Selalu nama anak ada tiga karakter. Karater pertama untuk marga, misalnya marga Tan, karakter kedua untuk generasi misalnya generasi ke10 semua harus bernama Kian, dan karakter ketiga untuk nama sendiri misalnya Han, jadi nama lengkapnya adalah Tan Kian Han.

Lalu, aku masih belum puas kenapa namaku di tambah menjadi “kecil”. Dia tertawa keras dan terbahak-bahak. Di tetangga satu RT ini ada dua nama yang sama, Tan Siok Lie. Waktu dia panggil Siok Lie, keduanya langsung menengok. Dia bingung dech kenapa orang tuanya kok kasih nama bisa sama, padahal orang tuanya beda. Terpaksa, dia tambahin nama saja, yang tua dipanggil Siok Lie Besar, dan yang kecil dipanggil Siok Lie kecil.

Wah aku bilang kepada kakak Handoko, kamu harus adakan selamatan untuk merubah namaku yach. Dia terpingkal-pingkal karena merasa dipojokkan. Soal nama memang bukan hanya sekali ini saja aku bingung. 

Ketika ada perintah dari pemerintah untuk mengganti nama bagi WNI keturunan. Usiaku baru menginjak 15 tahun, aku juga bingung mau cari nama Indonesia baru di mana. Belum ada google nich, aku ngga punya ide yang brilian cari nama yang cantik. 

Pengin cari nama bintang film, kok keberatan namanya yach. Baca buku untuk nama-nama kelahiran bayi . Para temanku bingung kenapa aku belum menikah sudah cari nama anak. Kubiarkan kebingungan temanku berlangsung lama. Aku sendiri juga bingung cari nama buat diriku. 

Mabuk kepayang untuk menemukan nama yang cocok. Kupikir gampang dech, tapi kalau aku mengambil nama sembarangan, aku takut citra diriku ambruk. Benar-benar pusing banget loh! 

Akhirnya,aku dapatkan nama Indonesia yang singkat, Ina. Komentar temanku kok pilih pilih nama Ina. Aku berdebat dengannya, loh kenapa? Dia mengatakan Ina itu singkatan dari Indonesia . Aku terhenyak bagaikan durian runtuh, sudah dapat ide kok diruntuhkan lagi. Aku bilang kepadanya, biarlah nama itu menjadi nama tenar karena setiap orang yangmenyebut Ina akan teringat Indonesia.

Setelah peresmian nama itu di pengadilan, “tok, tok, tok”, nama baruku menjadi Ina Tanaya. Aku mulai mendaftarkan nama baruku di sekolah . Menuliskan nama baru, serasa keren banget . Tapi ketika acara perkenalan di kelas, namaku dipanggil oleh guru, aku terdiam saja. Kedua kali masih terdiam. Ketiga kali, guru dengan suara menggelegar, siapa yang punya nama Ina Tanaya?

Aku baru sadar, oh nama baruku . Aku maju ke depan. Ibu guru sampai bertanya, kamu melamun? Dengan gugup, aku bilang: “Tidak, hanya lupa nama saya!” Guru terheran-terhan tanpa mengerti, kok bisa anak ini lupa nama sendiri.

Pengalaman yang paling berkesan saat aku masuk ke SMA, aku dijuluki “O Chan”. Menurut teman, nama sesuai dengan karakter “Jepang” dalam diriku. Juga nama belakangku, Tanaya dianggap mirip orang Jepang. Oh, aku baru mengerti aku suka sekali dengan serba serbi Jepang , dari mainan, karakter film Jepang, makanya aku dianggap mereka sebagai “ O Chan”, panggilan kesayangan anak remaja yang dekat dengan ibunya. Aku tersenyum simpul ketika ada teman memanggiku "O Chan". Julukan itu sudah melekat sejak SMP hingga SMA. 

Saat pertemuan atau reuni dengan teman-teman SMA, begitu aku datang, mereka sama-sama bersatu padu, berseru, “Ini dia O Chan dari Jepang”. Wah aku sangat malu, sudah jadi nenek begitu masih dibilang O Chan. Panggilan dan julukan bagaikan menyatu melekat tak pernah hilang


Total Tayangan Halaman