Pensiun Tanpa Persiapan, Tak Mudah Melakukannya

Pensiun Tanpa Persiapan
freepik.com



Hari-hari jelang usia 52 tahun, kegundahan jiwa bergolak luar biasa. Hidup bak menantang gelombang kehidupan yang dahsyat . Perubahan suasana kantor yang sebelumnya begitu indah telah berubah menjadi tantangan berat bagi diriku. 

Sebelumnya ada ketenangan dan kedamaian bekerja selama hampir 26 tahun karena kerja dalam tim merupakan hal yang bukan sesuatu yang sulit. Jika saya mengalami kesulitan untuk memahami satu produk yang harus dipahami, maka ada teman kolega yang bisa membantu. Dengan senang hati, teman-teman dalam tim bekerja saling memahami dan membantu tanpa diminta. 

Namun, dunia bisnis yang makin kompetitif membuat perusahaan perbankan asing harus mengubah pola kerja untuk lebih efisien dan kompetitif. 

Perubahan itu terlihat dari persaingan antar kolega dalam satu teamwork . Persaingan dalam team untuk memenangkan satu pekerjaan yang menantang dalam satu proyek. Bagi yang mampu mengerjakan dan menyelesaikan, akan reward yaitu karir yang meningkat pesat. 

Dari performance pekerjaan, aku memang terdesak untuk mendapatkan kesempatan karena makin sengintya persaingan berat itu. Jelas bahwa aku tak mampu mengerjakan proyek yang butuh pengetahuan teknologi. Kemampuan itulah yang membuat sedikit demi sedikit performa jadi mundur. Persaingan untuk merebut proyek jadi yang utama dalam pekerjaan.

 Jiwaku memberontak, ingin menyatakan bahwa aku tak menginginkan persaingan itu ,tapi aku tak mampu mengatakannya. Hanya satu yang digariskan dalam kebijakan yang transparan, kamu menyerah atau mengambil kesempatan. Jika menyerah, diminta untuk mengambil kesempatan pensiun dini. 

Pensiun dini? Momok yang hampir tak pernah kupikirkan. Aku terbiasa bekerja dari pagi hingga petang hari. Saat memiliki anak, pun fungsi ibu dan pekerja kulakoni dengan sekuat tenaga. Habis-habisan energi itu hampir habis, pulang kerja harus mengurus anak karena baby sister hanya menolosng saat aku bekerja. 

 Tak terbayangkan betapa aku kehilangan pekerjaan dalam sekejab yang selama hampir 26 tahun telah kulakoni. Gejolak jiwa untuk menerima tawaran pensiun dini dan meneruskan bekerja dengan jiwa yang merana karena ketidak puasaan jadi pergulatan batin selama satu bulan penuh. Aku selalu menghitung secara finansial berapa uang pensiun yang akan kudapatkan. Apakah uang pensiun itu cukup untuk mengkover kehidupan selama aku tidak bekerja. Hitungan yang sangat teliti karena aku belum punya rencana tentang pekerjaan atau usaha apa yang aku jalankan. 

 Akhirnya keputusan bulat pun diambil, aku harus ambil tawaran pensiun dini. Tak ada persiapan sebelumnya dengan pensiun kecuali yang kuketahui adalah dana pensiun yang kudapatkan secara lungsum (sekaligus).

Begitu supervisor menyodorkan surat persetujuan pensiun dini dengan embel-embel tidak akan menuntut apa pun untuk keputusanku, aku membacanya dengan sangat gemetar. 

Seolah dunia kerjaku sudah hancur dan aku tak bayangkan hidup tanpa kerja artinya hilang aktualisasi diriku. 

 Masa Pensiun yang tanpa persiapan mental 

Satu minggu setelah pensiun aku masih dapat menikmati hidup karena aku masih menganggap hari-hari tanpa kerja itu sebagai cuti kerja.

 Hari berganti hari hingga satu bulan, mulailah kegelisahan yang timbul dari jiwa dan hatiku, aku mulai mengembara tanpa kegiatan rutin yang biasanya menyita dari pagi hingga malam, tiba-tiba seharian berada di rumah tanpa mengerjakan sesuatu yang berharga dan bermanfaat.

 Ditambah dengan sepinya rumah . Anak satu-satunya sedang kuliah di luar negeri. Jika ada anak, kami bisa berkomunikasi tentang kehidupan , saling sharing dan saling menguatkan atau curhat . 

Namun, sekarang kondisi sangat berbeda. Saya hanya tinggal dengan suami. Kondisi kejiwaan suami yang juga sudah pensiun lebih bisa menerima karena beliau sudah membekali diri sebelum pensiun. Sebelum pensiun suami saya sudah belajar Brevet dan lulus . Akhirnya suami mulai merangkak dengan memulai membangun bisnis baru dengan konsultasi sebagai konsultan pajak. 

Sedangkan jiwa saya bergolak lagi. Saya mulai gelisah dengan ketidak mapanan yang saya hadapi. Ada syndrome “kekosongan dan kehilangan” yang biasanya saya miliki. Saya menghadapi hidup bagaikan perahu yang oleng, mencari yang hilang terutama kegiatan rutin yang bermanfaat dan aktvitas yang menggairahkan hidup saya. 

Tiga bulan saya mencari-mencari yang hilang itu. Berbagai maca, kegiatan telah saya coba misalnya sebagai agen asuransi, kegiatan mengambil kursus online digital marketing, mengajar secara volunteer. 

 Namun, satu persatu kegiatan itu tak berlangsung lama dan akhirnya terhenti . Kegiatan itu kujalankan hanya untuk membunuh waktu . Jiwaku belum juga menemukan apa yang ingin kujalani dengan serius dan tenang. Sampai akhirnya kdi suatu titik jenuh itu sudah hampir di ujung kesedihan, aku baru bisa menemukan apa yang kucari. 

 Kutemukan passion baru dan kegiatan spiritual baru

Setelah berusaha mencari sesuatu kegiatan yang “pas” dengan passion, barulah aku menemukan Mutiara itu tanpa disengaja. 

Aku membaca di suatu surat kabar, ada workshop singkat tentang “creative writing” yang diadakan oleh grup Gramedia. 

Bagiku menulis itu adalah hal yang sangat di luar nalar karena aku tidak pernah nulis baik. Nulis hanya kewajiban di sekolah tapi tidak menulis untuk dipublikasikan secara online dalam tulisan yang baik. 

Aku tak pernah berpikir perjumpaan dengan penulis yang membawakan workshop “creative writing” itu menjadi titik balik dari hidupku yang sedang merana mencari sesuatu yang berharga.

 Kupelajari dan kudalami semua perangkat dan cara-cara penulisan. Langkah-langkah tidak mudah. Berlatih terus dengan mengikuti komunitas menulis mulai dari Kompasiana hingga Ibu-ibu menulis . Mengikuti berbagai macam cara penulisan yang baik dan benar . 

 Sedikit demi sedikit kuasah skill yang kumiliki dengan mengikuti lomba penulisan. Menang bukan tujuan utama. Tapi aku menantang diriku untuk meningkatkan skill menulisku . 

Meskipun aku banyak mengikuti lomba, tapi aku tak pernah menang di lomba blog di tahun pertama, kedua. Mulailah aku menggali terus apa penyebabnya dan bagaimana mendapatkan tips dan trik yang benar untuk penulisan yang bermutu . Meskipun jalan terjal itu harus kulalui dengan lapang dada dan tidak pernah mengeluh. Mulai nulis di blog sendiri dan berkenalan dengan penulis-penulis yang begitu top. 

Akhirnya, aku mulai percaya diri setelah beberapa tulisan masuk ke dalam kategori headline dan satu kali dalam setahun masuk sebagai pemenang, bahkan pernah mengikuti lomba di Kementrian Pendidikan dan memenangkan lomba blog dengan predict pemenang favorit. 

Semangat hidupku kembali bangkit karena aku sudah menemukan Mutiara itu dan mulai merasakan betapa bahagia jika aku mendapatkan kesempatan menulis apa yang ingin kutuangkan. Setiap ide “berkelebat” dalam otakku, langsung kutuliskan dan kutuangkan dalam bentuk tulisan.

 Aku juga dipertemukan dengan suatu komunitas kerohanian di lingkungan tempat aku tinggal. Komunitas yang membangun rohaniku untuk dapat berdoa, membaca firman Tuhan dengan tenang. Spirit , imanku juga makin bertumbuh bahwa dunia pensiun yang tidak kupersiapkan dengan baik ini bukan akhir segalanya. Setiap tahap harus kulalui dengan pemahaman baru.

Aku ikut beberapa kegiatan olahraga seperti senam yoga. Yoga yang mengolah tubuh dengan pernafasan memang cocok bagiku yang kurang berolahraga saat bekerja. Dengan berlatih yoga secara rutin, aku merasa tubuhku lebih bugar dan tidak loyo lagi. 

 Pelajaran dari pensiun yang tak direncanakan 

Rencana pensiun yang maju tiga tahun membuat diriku tidak siap mental dan keuangan. Dari segi keuangan, aku hanya mengandalkan uang pensiun dan passive income yang telah kupersiapkan sebelumnya. Tetapi aku tak punya bisnis dan usaha yang dipersiapkan sebelumnya. 

Lebih awal mempersiapkan diri untuk usaha, kegiatan fisik, mental dan spiritual lebih baik untuk bisa mengenali diri, menerima kondisi pensiun .

 Jika tidak dipersiapkan dengan baik, ada goncangan-goncangan mental , jiwa seperti diriku. Mencari terus sampai menemukan itu butuh waktu yang cukup lama. Best practice untuk pensiun Apa yang aku alami dalam kondisi pensiun yang taka da persiapan itu adalah mental dan semangat untuk bangkit . 

 Resiliensi yang kuat membuat diriku tidak jatuh . Ketika jiwa dan mental sedang mencari, aku tidak jatuh terpuruk. Ada kekuatan untuk bangkit , meskipun usaha kelihatan tidak ada ujungnya atau tidak terlihat berhasil, tapi selalu punya mindset, harus mencoba sekali .

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman