Pegiat Literasi Boneka Pustaka Bergerak, Penuh Perjuangan Dalam Keterbatasannya

Pegiat Literasi Boneka Pustaka Bergerak
sumber : Yulianto


Di depan rumah sederhana di Dusun Jajar, Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Grobogan, ada papan nama besar “Rumah Baca Bintang”. 

Begitu masuk , luas ruangan yang berukuran 6 kali 12 meter itu , tersusunlah buku-buku di rak yang terbuat kardus atau limbah kayu. Susunan yang rapi dengan buku-buku bacaan untuk anak-anak, usia 0-12 tahun. 

Rumah Baca Bintang terbuka setiap hari tanpa batasan, dengan fasilitas terbatas bagi anak-anak (tidak ada kursi, semua duduk bersila di bawah), tanpa ada ruang AC , ruang sebelumnya lebih kecil dari sekarang ini. 

Mimpi Rumah Baca Bintang Kegelisahan hati melihat rendahnya literasi baca anak di desanya, akhirnya Rumah kediaman seorang pemuda bernama Yulianto bersama kedua orangtuanya dijadikan Rumah Baca Bintang. 

Panggilan jiwa yang kuat Yulianto untuk membuka Rumah Baca itu jadi titik tolak mewujudkan mimpinya untuk mengentaskan literasi baca di desanya dan membuka hati orang baik lainnya yang tergerak untuk jadi pegiat literasi. 

Bagi seorang pustakawan seperti Yulianto, dia melihat banyak ketimpangan literasi baca anak desa yang sulit akses mendapatkan buku. Kesederhanaan Rumah Baca Bintang dibuka sejak tahun 2011 oleh Yulianto. Saat itu jumlah buku bacaan yang ada sangat terbatas dan mandiri. Yulianto tidak pernah minta bantuan kepada pihak lain atau proposal.
Dengan adanya program free cargo literacy dan kirim buku gratis, mulailah bantuan buku mengalir . 

Desa tempat Yulianto dilahirkan memang bukan tempat ideal bagi anak-anak untuk bisa memiliki buku dengan mudah karena pekerjaan orangtua anak-anak itu adalah petani, pekerja informal. Dengan penghasilan yang rendah dan tidak menentu, anak tidak bisa membeli buku dengan harga yang mahal di kota. Biaya untuk ke kota mahal ditambah dengan harga buku. Minat baca anak juga rendah . 

Lalu, Yulianto melihat hambatan itu, tanpa mengenal lelah, dia berjuang untuk mengumpulkan buku-buku yang dibelinya saat dia bekerja sebagai pustakawan sekolah. Ketika dia bekerja, mendapat gaji sedikit, tapi tetap menyisihkan dari gaji untuk beli buku. Buku-buku itulah yang dijadikan modal oleh Yulianto untuk mengisi Rumah Baca. 

Disebutkan Bintang sebagai simbol yang menerangi dunia literasi anak yang masih gelap agar bisa menjadi terang . Yulianto sangat percaya bahwa hanya dengan bukulah anak-anak di desanya bisa melihat dunia dengan wawasan yang luas. Tapi keinginan untuk mengajak anak-anak itu untuk datang ke Rumah Baca tidak mudah.

Anak-anak tidak tertarik dengan buku. Buku adalah suatu benda mati yang tak punya daya tarik atau magnet bagi anak-anak. Dengan kreativitas tinggi, Yulianto memutar otak bagaimana anak-anak itu tertarik datang ke Rumah Baca Bintang bukan sekedar ingin tahu saja. Tetapi Yulianto berharap anak-anak datang ke Rumah Baca Bintang karena tertarik membaca buku. 

Pegiat Literasi Boneka Pustaka
sumber: yulianto


 Untuk menarik perhatian anak-anak, Yulianto ditemani oleh sebuah boneka cerita yang dinamakan “Nana”. Boneka cerita itu menjadi magnet bagi anak-anak ketika Yulianto minta anak-anak baca buku, selesai baca, Yulianto dengan boneka yang berbicara , “apa yang kamu baca?”. Jika salah satu anak berani bicara, misalnya Wati. 

 Wati diajak berkenalan dengan boneka Nana. Boneka Nana akan menanyakan apa isi buku yang kamu baca. Setelah itu mulailah, boneka Nana bercerita misalnya tentang kejujuran . Anak-anak terpesona karena ada cerita yang dibawakan melalui boneka Nana. Begitulah teknik storytelling yang mampu menarik anak-anak giat membaca buku. 

Perjuangan berat Penyebar Literasi 


Di tahun 2018 Yulianto merasakan adanya penglihatan yang menurutnya sebagai hal yang menakjubkan dan menakutkan. Dilihatnya sebuah pintu gerbang yang terang dan jalan lurus menuju lorong Cahaya kegelapan tak berujung. 

Seolah-olah Yulianto merasa akan meninggal dalam waktu singkat. Di tahun 2019, Yulianto divonis oleh dokter bahway tubuhnya diserang penyakit dimana dia harus minum obat sepanjang hidupnya. 

Belum selesai fisiknya yang lemah, Yulianto diuji sekali lagi. Pada saat yang bersamaan, dia mengalami kecelakaan membuat dia tak mampu berjalan karena tempurung lutut dan tulang lengan retak. 

Bahkan tak berselang lama, terjadilah musibah banjir yang menghanyutkan seluruh buku-buku. Namun, Yulianto tak pernah patah semangat, dia yakin dan percaya bahwa semua itu harus dilakukan dengan Ikhlas, demikian kata Yulianto, Sarjana Ilmu Perpustakaan dari Universitas Terbuka Purwodadi. 

Dengan niat yang terus diperbaharui dan penuh kesabaran, dia mulai membenahi buku-buku dan mengisi Rumah Baca. 

Berkembangnya Rumah Baca

Pegiat Literasi Boneka Pustaka Bergerak
sumber: Yulianto


Yulianto yang ingin mengembangkan Rumah Baca Bintang dengan 4 simpul Pustaka di Grobogan. Keempat simpul itu adalah Rumah Baca Mulya Utama di Desa Dempel Kecamatan karangrayung, Taman Baca Lurung Ceria di Desa Welahan Kecamatan Karangrayung, Padepokan Ayom Ayem di Desa Godan Kecamatan Tawangharjo dan Teras Baca Rejosari Kecamatan Grobogan. 

Begitu sibuknya kegiatan literasi, membuat Yulianto mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai pustakawan di SMP Swasta dan berkonsentrasi lebih besar sebagai pegiat literasi. 

Berkat ketekunannya untuk pengembangan Rumah Baca Bintang, segala aktivitas literasi itu dilirik oleh Nirwan Ahmad Arsuka, pendiri Pustaka Bergerak Indonesia. Tawaran agar Yulianto bergabung ke Pustaka Bergerak dan diminta membuat boneka ikon. 

Disitulah lahir dua boneka Pustaka yang bernama Nana dan Mumun. Boneka Pustaka Nana berasal dari nama panggilan akrab Najwa Shihab sebagai Duta Baca Indonesia. Kedua boneka itu selalu mendampingi Yulianto dalam setiap kegiatan literasi dan disebutlah inisiator Boneka Pustaka Bergerak. 

Jaringan dunia literasi makin meluas dan makin dikenal. Beberapa rekan dalam pergerakan yang sama, mendapatkan donasi bernilai jutaan rupiah dari Deutsche Bank. Donasi itu bukan untuk disimpan Rumah Baca sendiri, tetapi buku itu dikirimkan ke Taman Baca di Lombok Nusa Tenggara Barat yang Tengah mengalami bencana gempa bumi. 

Nilai luhur tentang Literasi Baca 


Ditengah gempuran dunia digital dimana banyak warga yang lebih menyukai menonton di gadget ketimbang membaca, Yulianto memegang prinsip yang sangat luhur dan mulia sejak awal. Membaca buku adalah sarana untuk meningkatkan literasi , “Literasi adalah jembatan dari kesengsaraan menuju harapan.” – Kofi Annan. 

Jangan pernah tinggalkan literasi membaca jika engkau tidak mau kemunduran karena penguatan budaya literasi adalah kunci memajukan negeri. Membaca adalah melawan, menulis menciptakan perubahan. 

Selamat pegiat literasi membaca Yulianto dengan semangatnya yang terus berkobar tanpa henti untuk membangun anak-anak bangsa yang terus membaca. 


Sumber referensi:


  • Meski di Amabang Gerbang Kematian Yulianto Tetap Pertahankan Rumah Baca Bintang Grobogan: TribunJateng.com
  • Meski Jalan Berliku, Boneka Pustaka Tetap Mengajak Anak Baca Buku https://kumparan.com/lita-lestianti/

Tangerang Selatan 17 Agustus 2023 
Ina Tanaya

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman