Hidden Gem, Kota Lama Semarang, Cagar Budaya Penuh Historis

Kota Lama Semarang
dokpri



Sudah lama hampir 30 tahun aku meninggalkan kota kelahiranku. Selama di Semarang hampir 18 tahun, aku tak tertarik dengan berbagai wisata di kotaku sendiri. Aneh tapi nyata bukan? Tak pernah ingin mengetahui dan tidak tertarik dengan apa yang ada di depan mata. 

Setelah tinggal di Tangerang Selatan, suatu ketika aku akan berangkat ke Cirebon, bertemu dengan seseorang di Stasiun Gambir. Orang yang baru kukenal itu ternyata berasal dari Semarang. Aku bertanya kepada teman baru: “Mas apakah ada kemajuan di Kota Semarang saat ini (sekitar 3 tahun sebelum covid)?” Dia menjawab dengan berapi-api, “Ibu orang Semarang, harus kunjungi kota kelahirannya. Pasti Ibu akan mendapatkan sesuatu yang berharga dengan wisata kota Lama Semarang dan Bukit Cinta Rawa Pening”. 

Perkenalan singkat itu membuat diriku berkecamuk serta bertanya apa yang berubah? Kenapa saya sebagai orang Semarang tidak pernah menghargai dan tidak punya kebanggaan tentang kota ex-kelahiranku. 

Suatu ketika aku harus datang ke Semarang karena ada undangan mantu teman. Saya tak mau melewatkan kesempatan itu untuk pulang mudik meskipun secara keluarga, aku sudah kehilangan orang-orang yang kucintai di kota ini dan hanya tinggal kenangan indah saja. 

Singkatnya aku berangkat dengan kereta api, Agro Muria dari Jakarta menuju Semarang. Aku dijemput oleh sahabatku yang lain di Stasiun Tawang. Begitu menginjak Semarang, sudah kuduga, panas terik udara yang membuat berkeringat .
Kota Lama Semarang
dokpri-canva.com


Aku langsung diajak oleh teman ke Toko Oen. Sebuah toko legendaris , yang dibangun sejak tahun 1922 . Mata saya melayang kepada bangunan tinggi , kuno tidak berubah sejak dulu. Bahkan ketika saya masuk ke dalam restoran, ternyata tempat duduknya masih dengan bangku -bangku rotan zaman kuno. 

Makanan yang disajikan adalah resep warga Belanda yang dulu tinggal di Semarang. Setelah kenyang menyantap menu nostalgia saya,huzarensalade (gado-gado Belanda) dan ice cream di Toko Oen, saya dan teman beringsut ke Kota Lama Semarang. 

Awalnya, dalam benak saya Kota Lama identik dengan bangunan Belanda yang kuno serta lingkungan yang kumuh. Namun, saat saya tiba di tempat itu, mata saya langsung melihat perubahan total . 

 Gedung-gedung tinggi , berwarna putih bersih, berarsitektur khas Eropa dan pintu utama dan jendela berukuran besar, sangat dekoratif.  Juga trotoar untuk pejalan kaki sangat lebar dan leluasa.

Nostalgia Kota Lama Semarang bukan untuk mengabadikan semua bangunan dalam berbagai foto untuk diposting di media sosial. Namun, napak tilas saya kali ini untuk pengenalan lebih dalam tentang cagar budaya yang sangat otentik di kota Semarang.

Gereja Blenduk

Kota Lama Semarang
dokumen pribadi


Satu persatu bangunan yang pernah saya ingat, mulai Gereja yang bentuk kubahnya dalam bahasa Jawa disebut Blenduk, artinya menggelembung, berwarna putih bulat dan sering disebut dengan Gereja Blenduk. 

Kekaguman saya dari segi exterior bangunan yang luar biasa kokoh. Padahal bangunan ini dibangun sejak tahun 1750 dan telah mengalami tiga kali perubahan . Arsitek H.P.A.De Wilde dan W. Westmaas jadi tonggak sejarah dari pembangunan yang dulunya bernama Hervorm de Kerk (Gereja bentuk Ulang). 

Berdenah simetris dengan façade depan menghadap ke selatan dan dua buah Menara kembar di kiri dan kanan mengapit hall dan pintu masuk utama. . Kesan monumental dengan adanya 4 pintu selatan yang berfungsi sebagai main entrance. Unsur melengkung baik di pintu maupun di jendela bernuansa Gothic dan lengkung Romawi. 

Memasuki ruang Gereja, terlihat lantai motif zaman Belanda berwarna coklat tua dan coklat muda.Jendelanya berbahan kaca patri dengan ventilasi yang tinggi. Kursi-kursi masih zaman kuno, terbuat dari anyaman bambu . 

Kontras warna perpaduan dinding warna putih dengan kursi coklat. Jendela bentuk setengah lingkaran , tak gunakan AC karena memang perputaran udara segar cukup karena tingginya atap. Cahaya yang masuk sangat bagus dan kaca jendela yang punya motif berwarna-warni terkena pantulan sinar matahari. 

Saya bisa berdecak kagum, baru pertama kali saya mengunjungi gedung gereja yang punya nilai sejarah . Saya juga baru memahami pembangunan gereja ini jadi bukti sejarah otentik yang tak bisa lepas dari pembangunan Kota Semarang Lama. 

Gedung Marba

Kota Lama Semarang
ina_tanaya instagram


Bangunan berikutnya adalah Marba. Bangunan yang satu ini sangat kontras dibandingkan dengan yang bangunan lainnya. Warna putih dominan, nuansa art deco dan ditengahnya terdapat warna merah bata . 

Saat ini, wisatawan tak bisa masuk ke dalam karena gedung ini masih dipakai oleh sebuah perusahaan. Sehingga wisatawan hanya melihat dari depan saja. Namun, sejarah dari Gedung Marba sangat unik. 

Pemilik pertamanya adalah asal Arab bernama Marta Bajunet. Nama gedung ini merupakan akronim atau singkatan nama Marta Badjunet menjadi Marba. 

Fungsi gedung itu digunakan untuk kantor ekspedisi Muatan Kapal Toko dan toko dagang De Zeikel. Ahli warisnya Marzuki Bawazir. Setelah ditinggalkan pemilik lama, diambil alih oleh Kolonial Hindia Belanda, kemudian gedung itu direnovasi dengan bahan bangunan utama batu bata, kayu dan besi tuang. 

Gedung ini sangat simetris bentuknya diterapkan di setiap kolom dan jelenda. Penataan setiap kolom mengikuti pola 1:2:3 dan corak renaisans neoklasik. 

Gedung Spiegel

Kota Lama Semarang
ina_tanaya's instagram


Spiegel H. Spiegel seorang pengusaha Austria-Hungaria sebagai pemilik toko dengan ukuran besar , bersama kedua rekannya membangun sebuah bangunan yang fungsi utamanya adalah toko serba ada. 

Bangunan arsitektur yang sesuai dengan selera pemiliknya , dua lantai dengan langit yang menjulang ke atas dan diperkokoh dengan susunan satu lapis batu bata khas bangunan Asia. Jendela lonceng di sepanjang gedung, atap bangunan bahan penutup genteng, model jendela dengan lengkung bagian atas dan berdaun ganda di bagian bangunan sehingga semuanya lebih terang.

Bangunan ini sudah mengalami restorasi sehingga bangunan aslinya sudah banyak berubah.. 

Penyelamatan Cagar Budaya


Penyelamatan dan pemugaran dari cagar budaya bangunan kuno di kawasan Kota Lama Semarang ini ternyata tidak mudah. Saya baru menyadari sekarang mengapa dari sejak era masa saya kecil tidak ada usaha untuk memugar bangunan itu karena pokok masalahnya dari 245 bangunan di Kawasan Kota Tua Semarang, 177 dan 68 bangunan milik perorangan dan swasta.

Ketika bangunan itu dimasukkan kategori cagar budaya, pemiliknya harus merenovasi sesuai dengan peraturannya. 

Tentu pemilik tidak ingin mengeluarkan biaya besar untuk renovasi yang cukup memakan biaya mahal. Pemilik akan berpikir lebih baik dijual ketimbang harus mengeluarkan biaya . Lalu bagaimana nasibnya jika semua bangunan dibiarkan tenggelam hilang tak berbekas bahkan tak dilindungi, hilanglah sejarah Kota Tua Semarang . 

Untunglah usaha dari Wali Kota Semarang pada tahun 2012 , dimana Pak Hendi menandatangani Piagam Kota Pusaka yang merupakan komitmen untuk menyelamatkan Kawasan kota tua dari semua pihak. Pak walikota terus berusaha memprovokasi pemilik untuk menjadikan Kota Lama Semarang sebagai ikon Semarang .

Semua orang dilibatkan agar pelestarian dan penyelamatan gedung bisa terjaga. 

Yuk, teman-teman Anda harus kunjungi Kota Lama Semarang ini, bukan sekedar untuk berfoto-foto menghiasi media sosial tetapi suatu nilai kebanggaan Anda telah mengenal lebih dalam cagar budaya yang ada di Semarang Kota Lama dan siap untuk melestarikannya.


  • GPIB Immanusel Semarang: Wikipedia 
  • Gedung Marba-Wikipedia 
  • Gedung H.Spiegel-Wikipedia Reevitalisasi Kota Tua Semarang: bbc.com

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman