Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Penderita Kusta. Kuncinya Dukungan Keluarga dan Lingkungan

Hapus stigma dan diskriminasi penderita kusta
dokpri-canva.com



Geby Ataupah, seorang remaja , menginjak usia 13 tahun. Remaja yang tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur memiliki masa remaja yang sangat indah karena dia dikelilingi oleh teman, sahabat dan keluarga yang sayang kepada dirinya. 
Ilustrasi anak yang terpapar kusta. Sumber:  link.springer.com


Sebagai remaja, Geby selalu terlibat dalam kegiatan muda mudi di tempat tinggalnya, menyanyi, mengikuti program belajar bersama.

Namun, suatu hari Geby merasa bingung : “Kenapa ada bercak merah dan putih di kulitku?” Dia menunjukkan kepada ibunya. Setelah ibunya melihat bercak merah di tangan Geby, dia mengatakan: “Ach tak apa-apa ini, kamu mungkin kena alergi. Jangan ceritakan hal ini kepada teman-temanmu yach. Mereka pasti mengatakan hal yang buruk seperti ini penyakit kutukan, dosa “.

Tiga tahun berlalu, Geby tak merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya. Luka bercak merah dan putih serasa mati rasa. Tak terasa sakit sama sekali. Segera,Geby diantar oleh ibunya menuju Puskesmas. 

Dokter di Puskesmas memeriksa kondisi Geby dan mengatakan bahwa Geby terpapar Kusta di tahap kedua. Dokter mengatakan bahwa Geby sudah berada di tahap kedua yaitu kelemahan fisiknya. Tahap pernah sudah dilaluinya yaitu merasa “baal” atau mati rasa di tangan dan kakinya. 

Hati Geby sedihnya luar biasa setelah mendengar vonis kusta. Dia hanya mengenal kusta sebagai penyakit yang menular dan penyakit yang dicap buruk sebagai penyakit paling stigmatisasi di bumi, misalnya akibat dosa, kutukan, keturunan dan harus dikucilkan agar tidak terpapar dari penderita. 

Ketika Geby baru saja menginjak SMA, dia diminta pulang oleh Guru, kepala sekolah dan teman-temanya bahkan sahabatnya mulai menjauhinya. Mereka takut tertular Kusta yang diderita Geby. Tanda-tanda kustanya mulai terlihat mengerikan bercak itu terlihat lebih hitam dan bengkak kaki dan tangannya. 

Tetangga dan teman karibnya pun tak pernah datang mengunjungi selama dia sakit. Bahkan saudara sepupu yang sering bermain, juga menjauhkan diri. Mereka semua mendengar kabar bahwa Geby sudah terkena penyakit kusta yang bisa menular. 

Penderitaan Geby tidak bisa sekolah selama hampir dua semester, bahkan penyakit kustanya telah melumpuhkan sendi-sendi di tangan dan kaki, membuat dirinya tak bisa berjalan. Sedih hati Geby karena penyakit kusta telah merampas kegiatan, teman, dan masa depannya. 

Dia langsung dirujuk oleh dokter Puskesmas ke Rumah Sakit Kusta untuk mendapatkan pengobatan intensif .Beruntung Dokter di rumah sakit memberikan informasi yang baik tentang penyakit kusta kepada Geby. 

Dijelaskan oleh dokter bahwa sakit kusta itu disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Cara penularannya melalui pernafasan dan kontak erat yang lama dengan pasien yang belum berobat. Jika pasien sudah berobat, penyakit ini tidak menular karena bakteri sudah dilemahkan. 

Disarankan agar pasien harus segera memeriksakan diri ketika ada tanda utama seperti bercak merah dan putih, mati rasa. Datanglah ke Puskesmas, dokter puskesmas akan memeriksa rasa raba, rasa nyeri, penebalan syarat dan terakhir pemeriksaan laboratorium. 

Hasil laboratorium ke Rumah Sakit untuk mengidentifikasi jenis kusta yang diderita. Tidak boleh terlambat untuk memeriksakan diri karena jika tidak diobati penyakit infeksi ini akan membuat syarat tepi menjadi mati rasa dan kelumpuhan pada tungkai dan kaki, menyerang organ seperti sistem pernafasan, kerusakan mata dan membrane selaput lendir.

Nach, apabila pasien datang terlambat di tahap ketiga (terakhir), pasien bisa disabilitas . Hal ini karena Kusta menyerang saraf “Peti”, membuat kelemahan dan kelumpuhan. 
Menyerang 3 komponen yaitu motoric (lumpuh), sensorik (mati rasa), otonom (jaringan sekitar kulit lemah). Akhirnya , pasien akan menderita disabilitas. Jika para disabilitas kita buat kucilkan dan didiskriminasi, maka akan timbul sakit mental .

Beruntung Geby punya mental yang kuat, dalam kondisi sakit fisik, dikucilkan dia masih ingin tetap hidup bermanfaat bagi diri dan keluarganya.  Dia ingin tetap melanjutkan sekolah dan bekerja.

Namun, ada banyak penderita kusta yang tak kuat dibully dan dikucilkan.  Mereka sakit mental karena tak diberikan kesempatan bekerja, belajar, diabaikan, akhirnya akan membuat pasien ingin bunuh diri. 


“Geby, jika kamu sudah kena kusta, jangan takut, kamu pasti bisa sembuh karena sekarang kusta ini sudah ada obatnya” ujar dokter yang merawatnya . 

Geby pun sangat senang bisa sembuh karena dia patuh minum obat dan mendapat dukungan dari petugas Rumah Sakit Kusta . Ia selalu ikut Kelompok Perawatan Diri (KPD) yang difasilitasi oleh Puskesmas dan NLR Indonesia. Dia selalu belajar untuk memperbaiki jari dan tangannya sehingga Geby percaya dirinya pulih dan berkat pengalaman dari teman yang mengalami kusta di KPD. 

Obat Kusta

Ilustsrasi Obat. Sumber:    helosehat.com


1. Pausi Basiler (PB) untuk kusta kering: 6 paket – 6-9 bulan 
2.Multi Basiler (MB) untuk kusta basah : 12 paket – 12 bulan 

Setelah pengobatan diberikan, pasien kusta dapat pulih dengan catatan tidak ada lagi tekanan psikologis, depresi bahkan percobaan bunuh diri. 

Nutrisi sangat dibutuhkan untuk menambah stamina seperti karbohidrat, vitamin B (bears,kentang,pisang, daging) vitamin D (berjemur, ikan salmon, ikan sarden). 

Mengenal NLR Indonesia


Sebuah organisasi non-pemerintah didirikan di Belanda tahun 1967 untuk menanggulangi kusta dengan pendekatan tiga zero yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi). 

Di Indonesia NLR telah bekerja bersama Pemerintah di tahun 1975. Slogannya membebaskan kita dari Kusta. 

Apakah Indonesia belum bebas kusta? 

Hapuskan stigma dan diskiriminasi kusta
Sumber: Manajemen RS PKMK FK UGM


Indonesia masih berada di urutan peringkat ke-3 untuk penyakit kusta setelah Brazil dan India. Masih terdapat 17.000 kasus per tahun. Di tahun 2021 terdapat 13.488 kasus atau prevalensi 0,5% per 10.000 penduduk. Terakhir, 24 Januari 2022, terdapat 7.146 kasus baru. 

Target Zero transmission , zero disability dan zero exclusion harus dicapai untuk daerah-daerah yang belum eliminasi (belum bebas dari kusta). Ada 6 daerah provinsi dan 101 kabupaten yang belum eliminasi yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. 

Kegiatan NLR Indonesia selalu bekerja sama dengan mitra strategis target. 

Berikut mitra kerja NLR Indonesia. 


  • Kemenkes-Pusat Subdit Kusta dan Patek – sebagai penentu kebijakan dan pelaksana pengendalian dan mitra kunci NLR Indonesia .
  • Pusat Pengendalian Kusta Tingkat Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku,Banten,Gorontalo, Papua Barat, Papua – Sebagai Pelaksana .
  • Kemenkes-Subdit Pusat Diabetes: LSM Pelaksana program implementation. 
  • UNDIP: Inisiasi penggabungan pendekatan program : penguatan anggota melalui pelatihan manajemen proyek dan pembangunan organisasi inklusif .
  • GPDLI: penguatan lobi dan advokasi kepada pemangku kepentingan Permata Sulawesi Selatan: Pendeteksian dan pencegahan di 3 kabupaten (Makassar,Gowa,Toraja) 
  • DSM: Mendorong pemenuhan hak bagi penyandang kusta. 
  • FKDC : mendorong integrasi antara penyandang disabilitas dan orang yang memiliki kusta untuk bekerja sama dalam pemenuhan hak .
  • Masih  banyak mitra lain yang bekerja sama dengan NLR Indonesia seperti Desa Sahabat Kusta, Capacity Building.

Yuk, kita semua dukung hapus stigma dan diskriminasi kusta, karena kusta dapat disembuhkan, deteksi dini sebelum terlambat.  Dukung SUKA "Suara untuk Indonesia Bebas Kusta".  Semua ini hanya dapat dicapai berkat dorongan,dukungan kita semua, sebagai keluarga maupun lingkungan sosial.  Kesadaran kita untuk selalu memberikan informasi dan sosialisasi  tentang kusta yang benar. 

 Sumber referensi: 


  • KBR:  BErsama Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta
  • Strategi Program NLR Indonesia: nlrindonesia.or.id 
  • Kisah Penderita Kusta Saat Remaja, Syok Saat Teman-Teman Menjauhi: regional.kompas.com


8 komentar

  1. benar banget nih, selain sakitnya kusta ini stigmanya juga bl berhenti. sangat sedih ketika masyarakat dan keluarga malah menelantakan dan mengasingkan mereka.. padahal mereka jelas sangat butuh dukungan yaa

    BalasHapus
  2. Semoga.. Dgn adanya literasi terhadap kusta jadi kita lebih Aweress lagi akn menjaga kebersihan dan hapus stigma pada penderita kusta

    BalasHapus
  3. Sedih banget pasti Gebi ya mbak Ketika mengetahui terkena penyakit kusta begini. Meski sudah ada obatnya tapi stigma masyarakat ini yang menyebalkan

    BalasHapus
  4. Bismillah ya mba, semoga kedepannya yang menderita kusta gak lagi dapet stigma negatif ya. Yang terpenting adalah kalo masih awal gejala ternyata bisa disembuhkan ya

    BalasHapus
  5. Perlu banyak edukasi ke masyarakat luas agar nggak lagi memberikan stigma negatif pada penderita kusta. Dan harus dilakukan secara terus menerus.

    BalasHapus
  6. Sebagai masyarakat sipil, kita memang harus menyebarkan kampanye tentang penghapusan stigma orang-orang yang menderita kusta. Kita harus mengasah empati agar mereka juga menjalankan hidup dengan menyenangkan.

    BalasHapus
  7. Kasihan ya kak stigma negatif penderita kusta terus melekat padahal penderita kusta butuh dukungan juga supaya cepat sembuh

    BalasHapus
  8. Bercak merah putihnya mirip gatal kudis ya kak. Tapi ini gak ada rasa sakitnya ya. Semoga ananda Geby tidak mengalami stigma negatif. Kasihan masih sangat muda

    BalasHapus

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman