Jika Cinta Tak Begitu

Jika Cinta Tak Begitu
dokkumen pribadi



Wajah anak perempuan milenial itu pucat, lesu, dingin dan tak berdaya. Beku hatinya, sepi jawaban. Rambutnya kusut, pandangannya keras, tapi tatapannya kosong. 

 Di hadapan saya, gadis itu tak bergeming. Diam seribu bahasa. Tak bisa mengexplorasi pertanyaan apa pun karena dia menganggap konselor dan saya bukan tempat untuk bisa melampiaskan kegeraman dan kegamangannya. Kegelisahan itu bisa tertangkap dengan bahasa tubuhnya yang tak bisa dipungkiri. 

Ita (bukan nama sebenarnya), dilahirkan di keluarga cukup berada. Ayahnya seorang pengusaha yang sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk anak-anak yang berangkat dewasa. 

Sedangkan ibunya juga perempuan berkarir, sibuk di kantor. Kesibukan ibunya menyita waktu sebagai seorang ibu. Ia tak punya waktu untuk mengobrol, bonding dengan dua anak remajanya, Ita dan Doni. Ia sibuk mengejar karir yang sedang dinikmatinya, meeting bersama klien di restoran bintang 4-5 hingga malam hari. Sisa waktunya hanya hari Sabtu atau Minggu saja. Itu pun digunakan untuk “me time” bukan quality time dengan anak-anak bersama suami. Di hari Sabtu dan Minggu, ibunya sibuk dengan salon, golf, dan chatting dengan teman-temannya. 

Dua anak remaja , Ita dan Doni sedang labil untuk mencari identitas dirinya. Tiap kali Ita ada masalah dengan Rio, teman prianya, Ita ingin sekali berceritera dengan ibunya. Tapi dia tak berhasil berkomunikasi atau bicara dengan leluasa . Kemana dia harus mencari orang yang bisa diajak bicara? Ayahnya? Hampir sibuk seperti ibunya. Ketika ayah ada di rumah, ayah sibuk dengan hobi fotographi . Dia pengin berbicara dengan ayahnya. 

Sekali dia mencoba berbicara kepada ayahnya , ingin mengutarakan kekesalan Rio, pacarnya kepada ayahnya. 

Tapi jawabannya : “Aku kan sudah bilang dia itu brengsek”. “Kenapa juga kamu mau diperlakukan begitu” 
“Bapak tidak mau dengar masalah ini ya!” “Awas jika kamu masih berhubungan dengan dia!”

 Ancaman dan kecaman itu membuat hatinya teriris-iris.  Kecewa, sedih, alih-alih ingin mendapatkan solusi, dia merasakan dia jadi biang kesalahan. Tak ada solusi yang diharapkan dan diterima dari ayahnya.

 Sementara dengan ibunya dia tak bisa bicara sedikit pun. Ibunya menganggap semua kebutuhan materi anak-anaknya sudah dipenuhi. Sekarang mereka sudah dewasa, jadi masalah apa pun perlu diselesaikan oleh anak-anak itu sendiri, demikian pendapat ibunya.

Kepedihan hati Ita terhadap sikap ayah dan ibunya, membuat dirinya diombang-ambingkan oleh hubungan toxic dengan Rio. Rio tipe orang yang sangat posesif , pencemburu. Rio suka mengontrol, mengendalikan, menyalahkan Ita untuk masalahnya, melakukan kekerasan verbal, berubah sikap dalam sekejab bahkan selalu penuh dengan ancaman .

 Jika keinginan Rio tidak dipenuhi oleh Ita, maka Rio akan memutuskannya sebagai pacar. Ketika Ita diambang keputus-asaan, Rio dianggap satu-satunya penolong. Dia sebenarnya tau Rio bukan orang yang baik, tapi tak ada jalan ke luar untuk lepas dari relasi toxic itu. 

Sampai suatu hari Rio mengancamnya, jika dia tetap mau jadi pacar, dia harus melakukan hubungan sexua. Ketakutan menyelimuti hati Ita. Takut kehilangan Rio, satu-satunya orang yang dekat dengan dirinya. Takut nanti dia tak punya pacar lagi. 

Ketika peristiwa itu sudah terjadi, dan Ita hamil dalam usia yang masih muda, Kembali kedua orangtuanya tidak sadar bahwa apa yang terjadi itu merupakan kesalahan dari orangtua untuk bisa bonding, akrab dengan anaknya. Anak yang akrab dengan orangtua, akan lebih tenang, percaya diri, sehat fisik dan psikologis dan tidak mudah terpengaruh secara negatif, menunda hubungan seks pra nikah, memiliki prilaku yang aman. 

 Sayang, nasi telah menjadi bubur, kesadaran yang terlambat membuat anak kehilangan masa depannya. Ita pun tak bisa menyesal karena dia telah terperdaya hubungan toxic dengan pacar yang seharusnya bisa dihindari apabila orangtua membuka diri. 

Seandainya orangtua Ita mau belajar apa yang telah terjadi maka, Ita bisa mengakhiri hubungan toxic dengan pacar yang tak bertanggung jawab. Ita mendapatkan dukungan sosial yang positif, Orangtua Ita harus mengevaluasi hubungan anak dengan pacarnya secara objektif, mengidentifikasi harapan apa untuk hubungan toxic, menemukan mengapa anaknya harus bertahan dengan hubungan toxic dan pelajaran apa yang kamu rasakan dengan hubungan toxic 

Lalu terakhir orangtuanya bisa mengatakan maafkan dirimu dan mantanmu sepenuhnya. Sekarang, langkah yang dapat dilakukan oleh orangtua Ita adalah datang kepada seorang konselor. Prita (bukan nama sebenarnya), nama konselor itu punya pendamping seperti saya. 

 Konselor itu mengatakan dengan tegas, “Bapak, Ibu dan Ita, sekarang ini semua dalam suatu masalah. Tenangkan diri dan kelola stress. Saya pikir kita akan buatkan dokumentasi jika anak Bapak/Ibu sebenarnya dalam kondisi tekanan ketika melakukan pra seks sebelum nikah. 

Jadi kita harus berpikir jernih, dokumen ini untuk melengkapi suatu laporan tentang kekerasan seksual. Apabila Rio menolak laporan ini, kita akan meneruskan hal ini ke jalur hukum. 

Mendengar apa yang dikatakan oleh konselor itu, ayah dan ibu Ita langsung protes. “Apakah kita tidak bisa berdamai saja? Kita nikahkan kedua anak ini dan setelah itu lakukan perceraian setelah anaknya lahir”. 

“Terlambat !” Kita tidak boleh melakukan pernikahan atas dasar kekerasan. Hal ini sangat merendahkan martabat anak Bapak/Ibu sendiri. Sebagai orangtua, Bapak dan Ibu selayaknya memberikan pendidikan tentang bagaimana membatasi kekerasan seksual pra nikah.

 “Bagaimana caranya?” tanya ayah dan ibu Ita. 

Batasan bisa bersifat emosional, fisik, maupun digital.

 • Aku merasa nyaman berpegangan tangan tapi tidak lebih dari itu. 
• Aku setuju dengan chat teratur, tetapi aku tidak harus mengirim chat berjam-jam dan selalu tunduk kepada kemauanmu. 
• Aku butuh tenang dengan teman-temanku sendiri.
 • Aku ingin meluangkan waktu bersama keluarga di akhir pekan (dengan syarat Bapak dan Ibu juga bersedia meluangkan waktu dengan anak). 
• Aku nyaman dengan sentuhan tertentu, tapi aku belum siap berhubungan sex sebelum nikah. 

 Konselor melanjutkan pesan yang terakhirnya. Sekarang Bapak dan Ibu tentu masih mencintai Ita sebagaimana apa adanya. Bukan karena dia hamil di luar nikah,
 Bapak dan Ibu meninggalkannya sebagai anak.

 Apa yang perlu dilakukan Bapak/Ibu untuk penegasan dan penguatan kepada Ita supaya dia mampu pulih sebagai anak yang dicintai oleh orangtua :
 • “Diriku dan hidupku BERHARGA”
 • “Aku patut disayangi dan DICINTAI” 
• “Hidupku penuh dengan keindahan, gairah, kelembutan, penyerahan kepada Cinta Ilahi” 
• “Aku memiliki KEBERANIAN”
 • “Hidupku penuh dengan KEAJAIBAN”

Tulisan di atas telah mendapatkan hadiah sebagai Pemenang Harapan ke-2:

IG: yayasanjari



Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman