Interaksi di Media Sosial Tanpa Membuat Stres

Siapa yang tidak punya media sosial? Hampir tiap orang pasti memiliki gadget. Lalu mereka membuka akun di media sosial.

Berapa media sosial yang Anda miliki, pasti paling sedikit dua. Kecuali ada beberapa orang yang saya kenal sebagai “old fashion” yang tak berkeinginan untuk punya media sosial. Mereka termasuk orang yang berpandangan kuno dengan pemahaman tidak ada manfaatnya punya media sosial. 

Media sosial jadi tren dari suatu “kekinian” atau lifestyle bagi setiap orang untuk bisa saling terhubung dan terkoneksi di media sosial. 

 Sejarah Media sosial berawal pada akhir abad ke19. Dimulai saat ada teknologi telegram yang dikirimkan oleh Samuel Morse pada 1844. Sayangnya, telegraf tidak dianggap sebagai media sosial karena tidak online. 

Dalam perkembangannya, timbulnya media sosial berbasis internet tumbuh pada tahun 1970-an. Fungsi dari media sosial pada tahun 1978 seperti Buletting Board System hanya berbagi informasi.

Barulah sejak 1979, penggunaan komunitas virtual terbentuk seperti UserNet dan WWW diluncurkan untuk situs pribadi. Diikuti dengan munculnya Blogger dan Livejournal, bisa berkomunikasi lewat blog dan jurnal Jejaring sosial mulai disukai anak dengan adanya MySpace, Linkedln, lalu tahun 2004, 

Mark Zuckerberger menemukan jejaring pertemanan yang dikenal dengan nama Facebook. Muncullah jejaring video disebut video dan muncul twitter yang disebut dengan microblogging

 Pengaruh Media sosial kepada anak muda Dengan adanya media sosial yang sangat massif, semua orang merasa terhubung dan menemukan berbagai informasi dengan cepat dalam hitungan detik. Semua pengin cepat punya informasi dengan selalu mengakses media sosial. 

Bahkan ada yang menghabiskan waktunya untuk selalu melihat perkembangan apa yang di media sosial. Jika tidak akses dalam jangka waktu tertentu bisa menimbulkan kecemasan, kesepian bahkan depresi. Sebagian besar ada yang merasa missing out (FOMO) ketakutan ketinggalan informasi terkini. FOMO menjadi salah satu bagian akibat dari Kesehatan mental yang terganggu .

Selain ini ada riset yang memperhatikan bagaimana pengaruh media sosial terhadap psikologi orang yang mencandu untuk terus menerus akses media sosial. Bahkan dikatakan media sosial menjadi candu yang lebih parah dari alcohol atau narkorba. 

 Dari tiga millar orang, hampir 40% di dunia ini menggunakan media sosial, mereka melakukan akses di media sosial sekitar 2 jam setiap hari, suka membagikan apa saja tulisannya, cuitan, bahkan setiap menit pasti ada cuitan baru yang perlu dikejar setiap waktu.

 Apakah hal ini baik untuk Kesehatan jiwa dan mental kita? Memang study yang lengkap dan tegas besersta risetnya belum ada yang kredible. 

Namun, ketika orang-orang yang mulai mengkhawatirkan banyak pengikut dari media sosial itu menunjukkan gejala yang tidak sehat .

Stres:


Suatu penelitian dari Pew Research Center , Washington DC melakukan penelitian terhadap 1.800 orang perempuan yang ternyata lebih mengalami stress ketimbang lelaki.

 Penyebabnya, ditemukan dalam Twitter adanya mengingkatkan kesadaran tekanan oleh orang lain yang tak pernah berhenti. Namun, ada kebalikannya dari mekanisme penangggulangan,bagi perempuan, makin menggunakan semakin berkurang stress mereka. 

Sementara lelaki mengurangi penggunaan media sosial sehingga tidak terkait dengan stress dan mereka dianggap bertingkat lebih rendah stresnya. Suasana Hati Mood atau suasana hati dari pengguna media sosial tergantung dari jumlah waktu yang mereka habiskan.

 Penelitian terhadap 100 pengguna Facebook antara 2009 dan 2012 menunjukkan bahwa mereka lebih emosional . Emosional yang dikaitkan dengan cuaca buruk. Apabila cuaca buruk maka jumlah unggahan buruk atau negative lebih meningkat sebesar 1%. 

Di kota-kota yang suasana sangat cerah dan ramah lingkungan maka unggahan yang dibuat adalah unggahan inspiratif , bersifat ceria dan dapat menenangkan suasana hati. Kecemasan Para peneliti juga menganalisa bagaimana rasa cemas oleh media sosial, membuat penggunanya juga gelisah dan khwatir, susah tidur dan tidak dapat berkonsentrasi

Kecemasan


. Dalam suatu jurnal Computers and Human Behaviour ditemukan bahwa orang yang gunakan tujuh media sosial akan mengalami gangguan kecemasan lebih besar ketimbang mereka yang hanya gunakan 0-2 media sosial

 Kecemasan itu disebabkan seperti dijelas diatas yaitu FOMO seolah tidak mengakses media sosial itu tidak uptodate dengan berita atau informasi. Nanti akan diolok-oleh temannya. Depresi Apa kaitan media sosial dengan depresi? 

 Ternyata penelitian lebih dari 700 siswa menunjukkan bahwa gejala depresi dan suasana hati yang sangat sedih, perasaan tidak berarti, tidak ada harapan, ada relasi antara interaksi dengan online akses. Terlebih mereka yang terpapar dengan konten negative maka mereka dengan mudah juga akan terpengaruh dengan suasana kebatinan rendah. 

Pembuktian ini dilakukan di tahun 2016 dengan 1.700 responden yang sedang mengalami risiko depresi dan kecemasan mencapai tiga kali lipat . Penyebabnya adalah mereka merasakan terdistorsi hidupnya karena pandangan negative yang dianggapnya sebagai suatu kebenaran. Di suatu penelitian yang lainnya yaitu Microsoft dengan 476 orang, menganalisa profil twitter untuk melihat sejauh mana ada kata-kata depresif , gaya bicara , hubungan dengan emosi. 

 Secara akurat mereka dapat memprediksi depresi dari 7 kasus . Peneliti Harvard pun tak mau ketinggalan, mereka mengadakan penelitian dari 166 foto orang di Instragram, dengan menciptakan perangkat yang dapat mendeteksi seberapa besarnya orang yang sudah terpapar dan menuju depresi.

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman