Strategi Hadapi Kenaikan Harga Pangan

Strategi Hadapi Kenaikan Harga Pangan


Suatu hari di sebuah pasar tradisional, saya mendengar percakapan antara penjual dan pembeli sayur. Pembeli sayur: “Bang, beli Lombok merahnya Rp.10.000”
Penjual: “Ini bu, lomboknya!” Pembeli: “Loh, kok sedikit amat!” 
Penjual: “Khan harga Lombok merah sudah naik, tiga hari yang lalu masih boleh Rp.45.000 sekarang sudah naik jadi Rp.50.000”.

Selanjutnya, tiap hari mendengar berita dari TV, beberapa bahan pokok kebutuhan pangan seperti bawang merah, bawang putih, Lombok, daging dan minyak pun harganya ikut melonjak. 

Tradisi kenaikan harga pokok ini terjadi hampir setiap tahun jelang Ramadan. Apakah hal ini disengaja oleh para pedagang atau memang masalah lain. 

Jika ditilik dari penyebabnya , hal ini disebabkan oleh harga pangan global naik dan gagalnya pangan petani local, dan satu lagi kebutuhan jelang Ramadan selalu meningkat.

Tentunya penyebab utamanya pasti demand lebih banyak  supply. Tapi agak aneh juga yach, kenaikan harga ini lebih cepat kenaikannya, padahal   Ramadan masih 10-14 hari .

 Dengan kenaikan harga bahan pokok, membuat para ibu rumah tangga makin pusing untuk belanja kebutuhan rumah tangganya. Meskipun tidak selalu ibu rumah tangga tidak bekerja, tetapi bagi para ibu rumah tangga yang bekerja pun tentu harus mengatur Kembali belanja rutin rumah tangga. 

Para ibu ini pasti punya budget berapa kebutuhan belanja makanan per hari atau per minggu. Misalnya satu hari budget sebesar Rp.100.000 (dari ikan,sayur , buah-buahn). Sayangnya, sekarang dana sebesar Rp.100.000 tidak cukup memenuhi semua belanja yang dianggarkan. 

Lalu bagaimana dong cara mencukupinya? Suami yang bekerja sebagai pekerja tetap juga sulit karena belum tentu pendapatannya naik, sementara suami yang bekerja non formal pun tidak bisa mengandalkan pendapatan hariannya yang tidak menentu jumlahnya (sehari besar, sehari kecil). 

Strategi Belanja saat kenaikan harga:


 1.Mengurangi kuantitas belanjaan


 Banyak para ibu rumah tangga atau perempuan yang harus belanja bahan makanan sehari-hari terpaksa membeli kebutuhan dengan mengurangi kuantitas barangnya atau bahan makanannya.

 Contohnya biasanya membeli bawang merah l/4 kg dengan harga Rp.9.000 sekarang  harga meningkat menjadi Rp.12-13.000 .    Terpaksa ibu-ibu  belanja tetap seharga Rp.9.000 tetapi bawang merah yang didapatkan akan berkurang.

Mengurangi jumlah/kuantitas bahan makanan  bukan berarti mengurangi kualitas. Misalnya dulu tiap dua hari sekali bisa membeli daging sapi. Karena harganya melambung , bukan berarti tidak makan daging sapi sama sekali. 

Tetap beli daging sapi, tetapi dikurangi kuantitas pembelian, misalnya biasanya dua kali dalam seminggu, sekarang satu kali dalam seminggu, penggantinya beli ikan yang harganya tidak melambung. 

2. Mencari uang tambahan 


Bagi Ibu rumah tangga yang terbiasa terjun bekerja , boleh mencoba bekerja informal, bisa mencoba untuk usaha kecil-kecilan. 

Misalnya membuat makanan untuk tetangga, membuat kue dititipkan di pasar. Membuat pekerjaan handy craft dan dipasarkan lewat media sosialnya. 

Lebih baik berusaha , jangan takut gagal. Modalnya cari yang seminim mungkin, tapi dengan membidik usaha yang diminati oleh pembeli dan sesuai dengan keahlian kita.

3. Menambah skill dan bekerja sebagai digital affiliate


 Di zaman internet, pasti kita semua punya gadget. Nach gunakan gadget utnuk mencoba peruntungan dengan menjadi affiliate dari beberapa produk. 

 Tentunya harus punya skill yang diminta misalnya bagaimana memasarkan produknya lewat media sosial dengan beberapa syarat. Pekerjaan ini kelihatan mudah, tetapi tetap membutuhkan skill dan memenuhi syarat yang diminta.

 Last but not least, setiap kenaikan harga memang membuat anggaran yang kita miliki menjadi terbatas. Tetapi mencari strategi yang ampuh harus ditempuh ketimbang hanya mengeluh saja.

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman