Cegah “Empty Nest”, Bahagiakan Dirimu Sendiri


 
 
Hari-hari repot dilewati saat anak-anaknya masih berkumpul bersama. Ketika anak masih kecil banyak kegiatan rumah tangga, merawat anak dengan baik maupun sakit, membimbing anak ketika sekolah. 
 
Sebagai seorang ibu, betapa repotnya dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Tetapi, kebahagiaan pasti terpancar ketika satu persatu anak mulai besar dan masuk ke perguruan tinggi. Mereka satu-persatu meninggalkan ayah-ibunya. 
 
Saya masih ingat ibu saya memiliki dua putri. Satu putri yaitu kakak saya melanjutkan ke perguruan tinggi di Belanda. Betapa jauhnya, sedihnya, sepinya saat kakak saya harus berangkat. Saat itu belum ada whatsapplication, surel maupun video call . Tidak ada penunjang teknologi yang bisa berkomunikasi dengan cepat. 
 
Yang ada hanya komunikasi lewat surat. Surat yang dikirim dari kantor pos biasanya diterima dalam jangka waktu sekitar 10 hari. Ibu selalu menantikan surat itu . Tiap kali ada bapak pos yang datang, dia langsung berlari menyambut surat yang dibawanya. 
 
Saya ingat betapa berharganya surat bernama warkatpos berwarna biru. Lembarannya hanya satu setengah halaman ukuran A4. 
 
Begitu surat diterima langsung beliau membaca. Jika malam hari, surat itu masih dibaca lagi. Saya sendiri tak paham kenapa beliau begitu senang sekali menerima surat yang berharga itu. Ternyata beliau melepaskan kerinduannya melalui surat itu. 
 
Lalu, beberapa tahun kemudian, saya pun harus melanjutkan ke perguruan tinggi di Jakarta. Saya meninggalkan ibu dan ayah di kota kelahiran saya. Ibu serasa tidak kuat untuk melepaskan saya. Tapi beliau justru merasa tegar ketika hari terakhir saya mau berangkat. Dengan pesan kuat, saya harus cepat selesai kuliah dan bekerja karena beliau ingin saya mandiri tak menjadi beban bagi beliau.
 
 Sesteah ayah saya meninggal, ibu saya hidup sendiri Lalu kami tidak kembali ke kota kelahiran, tapi menetap dimana kami belajar karena masing-masing sudah menikah. 
 
Ibu saya tak sempat terkena syndrome “Empty Nest” karena beliau langsung bangkit untuk membuka kesepian dan kesedihannya ditinggalkan oleh kekasihnya satu persatu. Beliau mulai mengisi kehidupannya dengan banyak kegiatan. Mulai dengan menjadi pengajar senam “tai chi” hingga kegiatan sosial di gereja yang tak pernah berhenti dalam seminggu. 
 
Sayangnya, tidak semua orangtua yang dapat melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh ibu saya .
 
Teman saya sendiri mengalami Empty Nest Syndrome ketika kehilangan suami yang meninggal. Ia langsung menarik diri dari kegiatan apa pun. Begitu satu persatu anaknya menikah dan meninggalkan dirinya, teman sikap dan sifat teman saya jadi pendiam makin terpuruk , hidup menyendiri dan tidak suka hidup sosialisasi. Akhirnya, saya sering melihat dia seperti kehilangan semangat hidup bahkan ada sakit mental yang dideritanya.
 

Apa “Empty Nest Syndrome”? 

 
Empty nest syndrome itu berasal dari empty nest  artinya sarang yang kosong. Analogi sarang yang kosong yang ditinggalkan oleh burung pemiliknya. 
 
Menurut Mayo Clinic, Empty nest syndrome bukanlah suatu penyakit klinis, tetapi merupakan suatu fenomena dimana orangtua mengalami perasaan sedih dan kehilangan. 
 
Saat anak-anak di rumah mulai meninggalkan dirinya karena bersekolah, menikah Di satu sisi tentu orangtua ingin anak-anaknya hidup mandiri di rumah mereka sendiri, tidak bercampur dengan orangtua lagi, tapi sisi lain orangtua merasa berat sekali saat berpisah. Orangtua yang relasi hubungan dengan anaknya sangat dekat, tentu punya banyak kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak-anak saat mereka berada di rumah .
 
 Begitu anak-anak tidak ada di rumah, ada perasaan kesepian dan hilangnya orang yang bisa diajak bicara di jarak yang dekat. Perasaan takut, kalut, khawatir itut tak bisa dilepaskan dan terus mendera kepada orang yang sedang dalam proses sindrom empty nest. 
 
Bahkan terjerat dalam perasaan kekhwatiran tentang keselamatan dan kekhawatiran yang berlebihan.
 

 Apa dampak Empty Nest Syndrome?

 

enurut penelitian orangtua yang mengalami empty nest syndrome dan mengalami kehilangan hebat dapat membuat dperesi, krisis identitas, konflik pernikahan dan ketergantungan alcohol. P
 
 

 Gejala Empty Nest syndrome

 
 Umumnya gejala secara kasat mata sulit dideteksi karena bisa saja orang yang sedang depresi itu ketika dilihat orang lain tetap tersenyum lebar untuk memendam kepedihan hatinya. Namun ada ciri-ciri yang mudah diketahui seperti berikut ini: 
 
• Orangtua merasa dirinya sudah tidak bermanfaat lagi
• Orangtua merasa kehidupannya sudah akan berakhir 
• Sering menangis berlebihan 
• Kesedihan yang tak berkesudahan 
• Tidak menyukai bersosialisasi 
• Mukanya selalu murung dan tidak ceria 
 

Bagaimana membantu orangtua mengatasi Empty nest syndrome

 

Ketika orangtua mengalami empty nest syndrome, beberapa tips yang dapat dilakukan sebagai berikut ini: 
 
  • Sebagai anak atau orang terdekat, jangan membandingkan jadwal hidup anda dengan orangtua. Lebih baik fokus untuk membantu orangtua agar tidak merasakan empty nest syndrome.
 
  • Usahakan untuk sering bertemu, berkomunikasi dan selalu usahakan gunakan komunikasi lewat video call atau telpon sehingga rasa rindu itu dapat dikurangi. Jika waktu Anda sangat terbatas (misalnya anda tidak tinggal se kota dengan ibu/ayah), usahakan untuk minta bantuan dari saudara, orang terdekat ibu untuk mengunjungi atau menemani orangtua secara rutin. 
 
  • Apabila orangtua masih merasa depresi, Anda perlu  meminta bantuan psikolog atau dokter untuk mengatasi  depresinya. 
 
  • Berikan kesempatan agar orangtua dapat melakukan kegiatan yang disukainya. 
 
  • Kegiatan sosial yang dapat mendekatkan diri ibu kepada orang terdekat atau teman-temannya sehingga beliau tidak lagi merasa kesepian.
 
  • Ajak ibu atau ayah untuk berlibur bersama-sama keluarga Anda .

1 komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman