 |
Dokumen pribadi
|
Anto kecil baru pertama kali menginjakkan kakinya di bumi Maluku. Kepindahkan pekerjaan ayah di Maluku membuat dirinya ikut serta pindah.
Di hari pertama, dia heran menatap hidangan sagu sebagai makanan pokok di meja makan.
“Pah, ini makanan apa?”
“Ini sagu sebagai pengganti beras. Di sini tak ada beras, Nak! Jika di Jawa beras itu dikatakan sego, di Sunda dikatakan sangu, di sini dikatakan sagu.”
“Dari mana asal sagu Pah?”, tanya Anto.
Mata Anto terbelalak, mendengar sagu yang terbuat dari tepung berasal dari batang pohon sagu yang bentuknya menyerupai pohon palma, hidupnya di tepi sungai itu bisa menghasilkan tepung sagu.
Diolah menjadi papeda menjadi makanan khas di Maluku dan Papua.
Di Sulawesi Selatan bubur sagu tawar dinamakan kapurung. Tekstur seperti lem dan nikmatnya disajikan dengan masakan ikan berkuah. Kuah perpaduan antara rasa asam,pedas, dan gurih. Menambah lezat adanya campuran sayuran, suwiran ayam dan ikan.
Bukan sekedar heran tentang makanan yang belum pernah dijumpai. Anto tapi dia juga kaget dan “surprise” saat mengetahui cara memasak dan menyantap makanan papeda itu .
Mulai dari pengolahan pohon sagu, memasak, lalu menyantapnya, harus dilakukan bersama-sama sekelompok orang, bingkai persaudaraan terlihat kental sekali.
Kekayaan Pangan Lokal Indonesia
Kekayaan alam semesta Indonesia yang memiliki 17.500 pulau kecil dan 5 pulau besar merupakan negara maritim terbesar.
 |
dokumen pribadi
|
Dari segi geografisnya, Indonesia memiliki daratan, kepulauan, Kita akan menjumpai berbagai macam pangan lokal yang berbeda di tiap tempat.
Produk pangan di Indonesia itu sangat melimpah dan beragam.
Meskipun dominasi produk pangan lokal yang jadi acuan makanan pokok adalah beras dan tepung terigu.
Namun, diversifikasi pangan pokok di tempat wilayah Indonesia berbeda satu dengan yang lainnya,bukan hanya beras, ada sagu, singkong, jagung, ubi jalar, kentang, talas, gembili, pisang.
Sementara sumberdaya lokal yang diproduksi atau dihasilkan oleh orang di daerah itu di definisinikan sebagai produk pangan lokal.
Masyarakat tertentu di suatu daerah mengolah bahan baku lokal, menggunakan teknologi lokal berdasarkan pengetahuan lokal. Biasanya produksi pangan lokal itu dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula.
Jadi produk pangan lokal ini erat kaitannya dengan budaya lokal setempat.
Sebagai contoh di Garut dikenal dengan Dodol Garut, di Kudus dikenal dengan jenang Kudus, di Jogya dikenal dengan nama Gudeg Jogya, Beras Cianjur, Ceriping Magelang, Wajik Salaman, Talas Bogor, Mendoan Purwokerto.
Potensi dan variasi pangan lokal itu sangat luar biasa besarnya, selain jadi ciri khas daerah juga untuk meningkatkan ekonomi dari warga yang memproduksi pangan lokal .
Hutan Indonesia yang terdiri dari hutan produksi, konservasi, hutan lindung juga memiliki produk hutan non-kayu . Hasil hutan adalah buah-buahan seperti Nangka, durian, salak,duku, mangga, rambutan, kacang-kacangan (kacang tanah, tengkawang), sayuran (petai, rebung, jengkol, sagu), madu dan rempah-rempah.
Produk pangan berasal dari hutan itu merupakan hasil makanan yang ramah lingkungan, dan jauh lebih sehat . Ironisnya bahan pangan liar makin sering jadi menu standar bintang selebriti di dunia, tapi masyarakat hutannya justru makin kurang konsumsinya.
Semua makanan hutan berupa vitamin dan mineral, hewan liar, lemak dan mikronutrisi telah lama mengisi diet masyarakat yang tinggal di dalam hutan. Namun, sejalan adanya deforestarasi , berkurangnya akses ke hutan, maka bahan dapur alami pun tidak dimanfaatkan lagi.
Agar tidak punah hasil hutan itu, kita perlu menjaga dan melindungi hutan dari pembalakan, pembakaran.
Namun, ditengarai konsumen lebih menyukai pangan pokok beras dan tepung terigu ketimbang pangan lokal yang begitu kaya jumlah (kuantitasnya) dan terjangkau harganya.
Mengapa demikian? Padahal jika kita hanya mengacu makanan pokok beras dan tepung saja, maka ketahanan tangan kita tidak akan tercapai.
Untuk mencapai ketahanan pangan perlu diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan.
Ketahanan pangan vs Kekayaan alam
 |
dokumen pribadi
|
Pertanyaan mendasar, manusia perlu makan untuk hidupnya, bukan? Jika benar demikian, bagaimana memenuhi pangan untuk 250 juta warga Indonesia.
Agaknya sulit untuk menggeser beras dan tepung yang tetap jadi dominasi makanan pokok di Indonesia. Mindset orang sering mengatakan “Belum makan jika belum makan nasi!”
Bayangkan jika setiap orang membutuhkan beras atau tepung sebagai dominasi pangan pokoknya, berapa jumlah beras yang harus dipenuhi?
Produksi beras Indonesia oleh petani kecil sangat terbatas. Petani sebagai sumber daya penghasil beras, tak punya teknologi pengolahan itu, luas tanah kurang dari 0,8 hektar, hanya menghasilkan 79.2 ton atau 792.000 kg di tahun 2016,
Sementara kebutuhan untuk warga 250 juta, setiap orang butuh 150 gram per orang, artinya 37,500,000 kg untuk 250 juta. Pasti produksi ini tak mencukupi untuk konsumsi makan seluruh warga Indonesia.
Apakah Pemerintah Indonesia harus mengimpor beras tiap tahunnya? Pastnya hal ini bukan jalan terbaik sebagai solusinya. Impor itu memberatkan pengeluaran devisa negara dan kita tidak bisa swasembada pangan, pada akhirnya ketahanan pangan kita pun akan hancur.
 |
dokumen pribadi
|
Agar ketahanan pangan terjaga, kita perlu meningkatkan diversifikasi pangan lokal dengan teknologi pangan yang sesuai dengan preferensi konsumen.
Kekayaan hasil alam tiap daerah berbeda satu dengan yang lainnya.
Sebagai contoh di Pulau Timor ,ditemukan banyak singkong yang melimpah ruah hasilnya.
Sayangnya, petani maupun kelompok tani tidak memahami bagaimana mengolah singkong itu , mereka tak punya teknogi pangan sehingga membuat produk turunannya punya nilai tambah.
Contohnya singkong dengan turunan-turunannya menjadi makanan mie-lethek, kripik singkong, dan tepung mocaf.
Tanpa teknologi pangan, banyak petani yang menderita kerugian saat panen. Teknologi pangan ini akan menyelamatkan petani dari kerugian dan rendahnya harga panen dibandingkan dengan biaya produksinya.
Kerugian besar anjloknya harga saat panen pangan membuat petani malas untuk memproduksi lagi singkong, akibatnya diversifikasi pangan gagal total.
Aspek ketahanan pangan:
Kerangka dasar untuk pencapaian ketahanan pangan harus didasarkan kepada kondisi dan pemenuhan aspek-aspek ketahanan pangan yang dipengaruhi oleh komitmen pemerintah dalam bidang sosial, budidaya, politik, ekonomi sosialnya.
Ketahanan pangan nasional dapat dicapai apabila kebijakan negara diwarnai oleh faktor struktur sosial,budaya , politik yang menentukan ketahanan pangannya.
Faktor dasarnya aspek ketersediaan pangan dari kecukupan jumlahnya, kecukupan mutu, kecukupan gizi dan keamananya, serta teknologinya.
- Berbicara jumlah, pastikan dulu apa potensi pangan di suatu daerah.
- Jika sudah ditemukan, apakah mencukupi dalam segi jumlahnya untuk dijadikan produk pangan lokal.
Jumlah ini sangat menentukan karena apabila jumlahnya hanya bisa diproduksi dalam musim tertentu saja, maka perlu dibantu dengan teknologi pangan yang canggih untuk tetap berproduksi dalam jumlah yang memadai.
- Jumlah yang memadai ini untuk menentukan hasil produksi yang dijual dapat mengkover biaya produksinya.
 |
www,flaticon.com/ |
Aspek mutu
- Mutu yang diminimalkan harus terjaga artinya Pangan lokal harus punya mutu standar yang telah disertifikasi supaya tidak berubah-rubah mutunya setiap kali diproduksi dan dijual.
Mutu citarasa dan gizi juga perlu diperhitungkan karena preferensi konsumen yang punya gaya hidup sehat saat ini menginginkan mutu produk pangan lokal yang sehat.
- Mutu produk dipengaruhi oleh aplikasi praktek..Dalam produksi pangan dikenal dengan adanya “Cara produksi makan yang Baik” atau “Good Manufacturing Practices Sanitary” artinya dalam pengolahan minimum selalu memperhatikan mutu , kualitas dan aman
 |
www.falticon.com/ |
Aspek gizi
Gizi yang memenuhi standar sebagai makanan sehat perlu dipertimbangkan saat memproduksi pangan lokal. Jangan mengeliminasi nilai gizi yang baik dari pangan pokok misalnya singkong ketika pangan pokok itu berubah jadi pangan turunan, misalnya keripik singkong.
 |
www.flaticon.com
|
Aspek keamanan
- Keamanan baik dari segi tempat pengolahan maupun pengolahnya harus diperhatikan.
Menghindari pencemaran/kontaminasi silang: adanya pertumbuhan dan perkembangan mikroba, dengan cara memisahkan makanan mentah dan makanan matang. Kelihatan sederhana, tapi jika tidak dilakukan dengan benar, membuat makanan itu jadi tidak aman untuk dikonsumsi.
- Menjaga kebersihan dengan program sanitasi dan hiegenis. Semua peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan, termasuk mesin, harus bersih, terhindar dari mikroba yang tumbuh dan berbahaya.
- Orang yang mengolah makanan pun harus bersih dan sehat. Jangan sampai orang sakit mengolah makanan tidak sehat sehingga menimbulkan bakteri dan virus ke makanan yang sedang diolah.
- Mengendalikan kelembaban kadar air: Produk pangan kering harus mempunyai aktivitas air rendah sehingga bakteri tidak mudah tumbuh. Produk pangan kering lebih mudah ketimbang produk pangan basah. Mengendalikan keasaman atau pH: Bakteri tidak menyukai kondisi asam. Oleh karena itu untuk mengawetkan makanan harus dilakukan dengan menambah asam. Makanan berasam tinggi , pH rendah memiliki risiko lebih kecil tercemar mikroba.
Kontribusiku
Saya telah mengevaluasi pangan lokal di daerahku, ternyata belum ada yang mencukupi dalam aspek jumlah, mutu, gizi maupun keamanan.
 |
pixabay.com |
Dalam kondisi PPKM, untuk mengisi waktu luang, saya menanam sayur-sayuran di kebun kecil dan sempit, tanpa tanah. Sayuran yang ditanam dengan cara hidroponik itu hanya mencukupi kebutuhan keluargaku saja, belum bisa mencukupi untuk ketahanan pangan nasional.
 |
Sumber: Facebook-Ester Jusuf, kompiliasi via Canva
|
Namun, saat aku terlibat dalam satu webinar yang diselenggarakan oleh Sunshineprojct dengan tema“Tepung Mocaf Proyek Pendidikan Kontekstual”, saya tertarik nara sumber seorang bapak Bernama Bapak Jusuf Budi Santosa bersama putera bungsunya, Apin yang telah mempraktekkan pembuatan tepung mocaf dan crackers tepung mocaf.
Bermula dari pengalaman Ibu Ester (istri Pak Budi) melihat seorang petani yang sering membuang hasil panen singkong yang tidak habis terjual. Para petani kesal karena harga jual dibawah harga pasar, sementara orang diberi pun tidak menyukai singkong mentah.
Terbesitlah suatu ide untuk mengelola singkong ini menjadi makanan yang punya nilai tambah yaitu jadi tepung mocaf. Kemudian anaknya Apin dengan arahan dari Bapak Budi, sang ayah punya ide untuk membuat makanan ringan atau cracker dari tepung mocaf.
Tepung mocaf menjadi bahan alternatif pengganti tepung dalam memasak. Selain ekonomis, tepung mocaf ini sangat dicari orang karena tidak mengandung glutten (zat yang membahayakan pencernaan).
Cara sederhana, teknologi tradisional, namun, hasilnya sangat memuaskan. Singkong dikupas bersih, lalu dipotong kecil-kecil, difermentasi, dikeringkan dengan tampah, barulah dimasukkan ke dalam mesin pemotong. Potongan singkong itu dapat direndam atau difermentasi selama hampir 2-3 jam. Lalu dijemur.
Selesai keringnya mencukupi, lalu dimasukkan potongan singkong ke dalam sebuah alat hasilnya menjadi tepug mocaf.
Sebelum dipacking, tepung mocaf diayak dulu supaya halus.
Tepung mocaf yang bagus itu dimasukkan ke dalam plastic dengan brand yang cukup bagus tergantung dari siapa produsennya. Lalu dipasarkan.
Dari tepung mocaf yang diproduksi sendiri ini, Apin bisa membuat kreasi “kue kering” atau sering disebut dengan “Crackers Mocaf” .
Pendidikan kontekstual yang merubah produk singkong memiliki nilai tambah yaitu tepung mocaf dan crackers ini ditayangkan melalui zoom kepada petani NTT dan anak-anak NTT agar mereka yang berkecimpung dalam pertanian bisa terinspirasi untuk belajar memanfaatkan singkong yang mereka panen itu seperti yang telah dilakukan oleh Bapak Budi dan Apin.
Kontribusku ingin menceriterakan kembali apa yang telah dikerjakan seorang Bapak Budi dan Apin dalam mengedukasi para petani agar mereka punya daya kreasi dalam produksi singkong menjadi produk turunan sehingga punya nilai tambah.
Banggalah atas keragaman pangan nasional, nikmatilah, kenailah, serta gaungkan untuk mempertahankan diversifikasi pangan agar ketahanan pangan nasional dapat tercapai!
Sumber referensi:
- "Sagu, Kelezatan yang Tersisa di timur", https://indonesiakya.com
- "Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah", Prosiding Seminar Nasional 2010.
- "Inovasi Teknologi Produk Pangan Lokal untuk Percepatan Ketahanan Pangan", oleh Welli Yuliatmoko, Universitas Terbuka Pondok Cabe, Tangerang Selatan