www.satu-Indonesia.com |
Ada sebuah adegan yang sangat menarik dari suatu “role play”. 7 orang bos perusahaan berkumpul untuk membahas bisnisnya. Mereka berlatih ilmu manajerial dan membuat neraca keuangan. Sri Irdayati meminta anak-anak ini untuk menyusun strategi bisnis barunya.
Ia juga meminta mereka untuk berbelanja sesuai dengan daftar kebutuhan yang disusunnya. Ada manik-manik, gunting, kawat, cutter… Tiba-tiba bos Aditya memotong diskusi dengan berkata: “ Cutter, buat apa? Kalau tidak penting, kenapa harus dibeli?” teriaknya.
Pertemuan para bos kecil ini terjadi di gedung RW 10 Kodamar Kompleks TNI AL, Jalan Sentosa Barat 1 No.1 Kelapa Gading, Jakarta Utara. Di kelas itu, tujuh anak berusia 6-12 tahun berlatih menyiapkan sebuah
usaha manik-manik dan membuat neraca keuangan. Sambil menghitung, tangan
mereka merangkai manik- manik menjadi gelang dan kalung. Irda
mengusulkan strategi baru dan meminta mereka berbelanja.
Usia para bos antara berusia 6 hingga 12 tahun. Bos ini merupakan singkatan dari “bakal orang sukses”. Sapaan bos kepada anak peserta bisnis pemula yang mengikuti kursus bisnis pemula yang diadakan oleh Sri Irdayati.
Tempatnya saat itu masih menumpang di tempat kursus Bahasa Inggris di kompleks itu. Kursus itu diadakan tanpa biaya alias gratis.
Sri Irdayati, perempuan kelahiran Pemangkat, Kalimatan Barat, 6 Juli 1985 menjadi Ikon Kebanggaan Indonesia. Sri Irdayati mendapat penghargaan “Satu Indonesia Award” yang diadakan oleh Astra pada tahun 2010 dengan hadiah uang sebesar Rp.40 juta dalam Bidang Wirausaha dengan judul “Miliuner Baru”.
Sosok perempuan yang sangat hebat ini bernama lengkap Sri Irdayati terinspirasi oleh film kartun “Richie Rich”. Sebuah film yang menggugah hati Sri Irdayati atau sering dipanggil Mbak Irda karena film ini menceriterakan ada seorang anak bocah konglomerat dapat mengelola uang sejak dini / masa kecil.
Ide yang muncul saat Mba Irda menonton film kartu berjudul “Richie Rich”. Film ini menginspirasinya dan mengubah hidupnya . Di film ini menceritakan bagaimana Richie seorang anak kaya sejak kecil hidupnya sudah mengenal dunia bisnis sehingga Richie fasih sekali berbicara tentang pergerakan saham tapi dia tidak kehilangan kehidupan bermain dalam masa kecil.
Lalu Irda berpikir mengapa ide di atas itu tidak diperkenalkan kepada anak-anak di Indonesia. Kebetulan Irda bertekad untuk bekerja sendiri dan tidak ingin menjadi seorang karyawan . Juga dia terobsesi untuk memiliki usaha sendiri (langsung dapat bekerja begitu lulus dari perguruan tinggi sejak duduk di semester akhir kuliah manajemen Universitas Diponegoro, Semarang).
Sempat diboyong suaminya, Bapak Dedi Purwanto dari Bintaro ke Kelapa Gading, tempat dia membuka dan mengajar Kursus bisnis untuk anak-anak. Di tempat yang lama yaitu di Bintaro, Tangerang Selatan pun ia mengajarkan kepada anak-anak tentang ilmu bisnis. Ia merancang kurikulum dalam kurun waktu tiga tahun melalui program Bizz4Kids dan Bizz4Teens.
Kurikulum untuk kursus sekolah bisnis anak-anak itu dirancang bersama-sama dengan tiga temannya. Seorang teman dari Manajemen, Universitas yang sama, yaitu Universitas Diponegoro dan dua orang lainnya dari Fakultas Psikologi yaitu, Katri Septiana Dewi , Arika Normalasari , dan Aprihatingrum Hidayati. Mereka berkolaborasi menuangkan idenya sekolah bisnis untuk anak dengan tema besar “Education for Indonesia”. Sub tema yang ingin diwujudkan tentang belajar kewirausahaan bukanlah belajar mencari uang , tetapi melatih kemandirian anak dengan melakukan usaha sejak kecil.
Saat itu modal mereka untuk membuat kursus tidak ada hanya berdasarkan modal dengkul saja. Setelah selesai membuat kurikulum , mereka mensosialisasikan program itu ke- 40 sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas di Semarang. Ketika proposal itu diajukan, pihak sekolah langsung menolaknya. Alasan penolakan adalah “Belum waktunya anak-anak belajar mengenai bisnis, nanti mereka akan jadi matre.”
Namun, nasib baik masih menghabermpiri Irda. Saat itu, Institut Teknologi Bandung mengadakan lomba Innovative Entrepreneurship Challenge pada tahun 2007. Keempat mahasiswi ini mengikuti Lomba tersebut dengan mengajukan proposalnya. Mereka berhasil meraih gelar juara I dan memperoleh hadiah uang Rp.15 juta sebagai penghargaan atas kemenangan.
Uang hadiah inilah menjadi modal dasar mereka untuk biaya operasi . Tidak surut dengan penolakan, mereka tetap mencoba berusaha untuk mendatangi kantor Walikota Semarang dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dengan bekal kemenangan dari ITB dan surat dari pihak Rektorat Undip. Mereka akhirnya berhasil untuk mendapat izin mengajar dua jam kelas pengantar bisnis di sekolah.
Ketika pre-test dilakukan dengan memberikan pertanyaan : “Tertarikkah kalian dengan pelajaran bisnis?” Jawaban mereka serentak kompak: “Tidak”.
Strategi lain pun dijalankan oleh Irda. Praktek tentang bisnis dengan membekali sejumlah uang dan membeli sesuai kebutuhannya. Apa yang telah dibeli itu diminta untuk dijual kembali. Lalu mereka membawa hasil jualannya. Dihitung berapa keuntungan dari hasil jualan mereka. Itulah post-test atas pertanyaan tentang pelajaran bisnis. Setelah melakukan post-test, barulah diketahui ketertarikan anak-anak tentang bisnis.
Karir dalam pendidikan tidak pernah berhenti. Setelah lulus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis di tahun 2007, Irda mendapatkan beasiswa LPDP dan melanjutkan studi Magister Manajemen di Universitas Indonesia. Dia lulus dengan tesis yang luar biasa tentang Entreprenurial Career Types Matrix, alat ukur assessment untuk promosi jabatan para manager perusahaan.
Segudang prestasi dalam usia relative muda telah diraihnya diantaranya:
- Satu Indonesia Award tahun 2010
- Wirausaha Muda Mandiri tahun 2009
- Kanwil DKI Jakarta Winner of Innovative Entrepreneurhsip Challenge tahun 2007, Institut Teknologi Bandung
- Mahasiswa Berprestasi Universitas Diponegoro tahun 2007
- 3rd Winner Basic Management Quiz 5 tahun 2006, Universitas Taruma Negara
Alasan kuat dari Sri Irdajati untuk terus memperkenalkan dan mengembangkan ilmu bisnis untuk generasi muda agar supaya anak-anak Indonesia bisa percaya diri dan mandiri sejak dini terutama dalam bisnis atau kewirausahaan.
Tantangan berat terus menghadang karena kewirausahaan itu adalah ilmu yang melibatkan pembentukan mindset dan butuh waktu panjang dan proses yang berkelanjutan sehingga membutuhkan diajarkan kepada anak-anak sejak dini. Mindset ini perlu diketahui dan dimiliki oleh orang tua yang seringkali sangat keberatan anaknya belajar tentang konsep kewirausahaan.
Walaupun tantangan berat, usaha kuat untuk memberikan bekal kepada anak atau siswa dalam bentuk ekstrakurikuler di Perguruan Sekolah Al-Izhar Pondok Labu, Al-Azhar, Lazuardi, SMP Al-Ikhlas, SMP Al-Zahra Indonesia, Pamulang, SD Cikal dan SD Dwimatra sudah dilakukan.
Untuk program ekstrakurikuler di sekolah-sekolah elite ini tentunya berbayar. Dana ini digunakan untuk subsidi silang untuk sekolah-sekolah “miskin” di Semarang dan pembinaan kelompok di kantong-kantong miskin di Jakarta, seperti di Bintaro dan Kelapa Gading.
Terus berkarya dalam konsep Kewirausahaan bagi anak-anak dan mewujudkan anak-anak Indonesia yang mengenal bisnis sejak dini agar mereka mendapatkan kemandirian finansial ketika mereka lulus dari perguruan tinggi.
Tidak ada komentar
Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!