Penginnya tiap hari membaca dan mendengar Berita Terkini baik itu di media cetak, maupun online. Nach, sebagaimana hari-hari minggu , kebiasaan saya untuk persiapan ke ibadah membuat saya sibuk di dapur . Sebelum berangkat ke ibadah biasanya saya harus mempersiapkan nasi, buah, sayur , lauk pauk untuk makan siang setelah pulang ibadah dan belanja.
Namun, pagi hari tanggal 13 Mei 2018, sayup-sayup saya mendengar breaking news di tv. “Ada pengeboman di tiga gereja di Surabaya!” Langsung saya tinggalkan masakan yang sedang saya buat . Dalam sekejab, saya sudah duduk di depan TV untuk mendengarkan berita yang sangat mencekam itu.
Mata dan telinga saya tak berhenti untuk mendengar dan melihat apa yang disiarpkan. Berita itu seperti berita yang “mencekam” di pagi hari yang masih dingin dan sejuk. Hampir saya tak beranjak dari tempat duduk karena saya tak mampu membayangkan bagaimana korban-korban dari pemboman itu. Dalam diam dan duka mendalam, hati saya berdetak tajam. Keamanan ini sangat mahal harganya di negeri ini. Apalagi jika nanti setelah terjadinya peristiwa pemboman ini, biasanya media sosial dibanjiri dengan banyak foto-foto korban yang mengerikan terpampang di medsos.
Hati yang mulai menciut itu sudah tak berani untuk melihat medsos sama sekali. Biarkan hati dan pikiran saya “adem” tanpa melihat medsos dulu. Ternyata apa yang saya pikirkan sejalan dengan perintah langsung dari Jenderal Polisi Prof. Drs. Ha. Muhammed Tito Karnavian, M.A., Ph.D dengan tegas menyatakan : “Pelarangan untuk mengambil foto korban peledakan bom dan penyebaran dari foto-foto itu di media sosial karena hal itu justru yang diinginkan oleh teroris agar tindakan mereka membuat kita semua takut”.
Begitu mendengar seruan dari Kapolri, saya juga masih was-was setiap kali membuka posting pada medsos. Jangan-jangan masih ada yang mencoba untuk melanggarnya. Padahal menurut Vera Ita Hadiwidjojo, seorang psikolog anak menyatakan apabila kita menonton kekerasan secara visual(contohnya korban kekerasan), dampaknya akan memicu trauma, cemas, agresivitas bahkan jadi pelaku kekerasan . Hal ini yang disukai oleh teroris.
Namun, dengan hadirnya tokoh-tokoh seperti Presiden Jokowi, Kapolri Tito Karnavian maupun Ibu Risma , walikota Surabaya dalam peristiwa pemboman di tiga gereja dan pemboman selanjutnya di Sidoarjo membuat hati masyarakat yang takut , was-was, khawatir bahkan melihat keamanan sebagai barang yang mahal, akhirnya mulai mencair.
Para pimpinan lintas agama pun segera berkumpul dan menyatakan kesepakatan bersama untuk melawan terorisme.
Hati yang takut sudah mulai kuat dan normal kembali, begitu melihat adanya solidaritas dari masyarakat berbagai kota yang berkumpul pada malam hari Kamis di Tugu Pahlawan untuk mendoakan bersama untuk para korban-korban pemboman sambil menyalakan lilin
Hilangnya foto-foto korban dari medsos digantikan dengan foto solidaritas lintas agama, bahkan diperlihatkan foto penolong dari seorang bapak yang muslim menggendong seorang anak korban beragama Kristen di gereja menjadi semakin menyejukkan.
Yang sangat menyejukkan lagi adalah foto dimana masyarakat surabaya sangat kompak untuk menyumbangkan darah di PMI. Jumlah penyumbang darah itu sangat besar totalnya, dua kali lebih besar dari jumlah dari biasanya, 600 orang. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga toleran terhadap para korban pemboman yang masih ada di rumah sakit yang memerlukan sumbangan darah ketika mereka harus dioperasi.
Memaknai peristiwa pemboman teroris di bulan Mei di Surabaya ini sebagai hal yang sangat penting bagi semua masyarakat bahwa kita sangat mengecam perbuatan kekerasan teroris, dan yang membuat kita semakin bersatu adalah respon yang cepat dari semua pimpinan lintas agama yang segera mengumumkan agar kita semua tetap tenang tidak terprovokasi dengan berita-berita miring, tidak membuat posting foto korban, bahkan menyebarkan dan selalu bertindak bersama untuk memerangi kekerasan.
Persatuan dan kesatuan itu jadi landasan untuk mengokohkan NKRI.
Keberhasilan itu juga didukung dari masyarakat yang patuh mengikuti perintah Kapolri dan menahan diri dalam posting medsos.
Ini loh yang sangat menyejukan kita semua karena medsos bukan jadi teror bagi kita tetapi sesuatu yang menyejukan diri ktia semua ditengah segala kekhawatiran.
1. Tidak memposting foto-foto korban dari pemboman
2. Tidak menyebarkan berita bohong
3. Sebarkan berita baik dan nyaman untuk dibaca
4. Menjaga persatuan NKRI baik dalam kata maupun foto di Medsos
Tidak ada komentar
Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!