Setetes Darah, Selamatkan Nyawa

www.inatanaya.com

“Seseorang tidak akan pernah melakukan apa-apa jika ia selalu menunggu sampai ia bisa melakukannya dengan sangat baik sehingga penyesalan pun datang terlambat”.

Sebuah percakapan singkat terjadi siang hari antara saya dan anak via skype: 
  Anak: “Mah, aku mau daftar sebagai volunteer pengantar mahasiswa/i yang baru datang di Uni.” 
Saya: “ Loh, jadi volunteer itu suatu tugas atau memang keinginan pribadi?” 
Anak: “ Volunteer itu pekerjaan mulia . Disini (Australia) sudah dianggap budaya . Bila ingin menjadi orang yang dianggap bermanfaat bagi orang lain, jadilah volunteer!”

 Mendengar itu saya kaget sekali karena serasa mendapat kuliah di siang hari bolong. Rasanya budaya volunteer di negeri kita masih sangat kurang. Paradigma yang salah sering terjadi. Pekerjaan volunteer hanyalah suatu pekerjaan sambilan bagi mereka yang menganggur . Bahkan ada yang menganggap lebih baik bekerja daripada bekerja sebagai volunteer

Dulu saya juga punya masalah dengan paradigma yang salah soal volunteer ini. Ketika saya masih bekerja di kantor selama itu saya tak mau bekerja volunteer karena takut menganggu pekerjaan. Namun, ingatan saya melayang kembali. Penderitaan ibu saya yang mengalami patah tulang pada kedua kakinya akibat kecelakaan lalu lintas karena supir yang mengantuk. 

Setelah 17 tahun terbaring, terjadi pergeseran “pen” muncul keluar dari kulitnya, dengan meneteskan nanah yang tak pernah berhenti. Dalam usia yang sudah cukup lanjut (92 tahun), dokter bedah tulang menyarankan agar ibu dioperasi dengan resiko 50% (berhasil) dan 50% (tak berhasil). Tentu dengan pertimbangan matang, saya pun minta agar operasi dilakukan agar penderitaan karena infeksi itu tak berlangsung lama. Nach, sebelum operasi dilakukan, perlu adanya pengecekan mulai dari kadar trombosit darah . Hasilnya kurang baik. Harus perlu transfusi darah sebanyak 4 kantong darah. 

Saat itu ibu saya berada di rumah sakit kota kecil, Muntilan. Saya bingung untuk mendapatkannya. Lalu saya diminta menghubungi PMI setempat, ternyata hanya ada 2 kantong darah yang tersedia. Lalu bagaimana dengan 2 kantong darah yang dibutuhkan. Dalam kondisi yang mendesak, saya harus transfusi darah karena memang golongan darahnya tepat. Hanya butuh 1 kantung darah lagi. Mencari dan mencari sampai beberapa orang famili yang bersedia tetapi belum juga menemukan kecocokannya. Saya sangat panik karena kebutuhan darah itu makin mendesak agar trombosit naik menjelang operasi. Hanya dengan pertolongan dari seorang yang mengetahui bahwa ada persediaan darah di PMI Magelang yang mungkin dapat dihubungi. Akhirnya, saya berhasil mendapatkannya. 

Pengalaman diatas mengubah pola pemikiran saya tentang “volunteer”. Bagi saya, setiap kali ada kesempatan untuk dapat ikut berpartisipasi dalam volunter dalam aksi donor darah yang dilakukan oleh PMI, saya pun ikut serta. Barangkali darah yang disumbangkan tidak berarti jumlahnya, tetapi berarti bagi mereka yang menerimanya. 

Alasan tepat untuk menjadi volunteer: 

Saya merasa bahagia ketika menolong orang: 

Kebahagiaan akan tercermin pada saat orang yang ditolong itu memaknai pertolongan itu sebagai hal yang “luar biasa” baginya. Di saat terjatuh, ada penolong, di saat sakit ada yang menolong.

Bersyukur karena kita sudah mendapatkan lebih dari yang dimiliki orang lain:

Apabila kita terhindar dari suatu bencana , bukankah itu berarti hak kita untuk melakukan syukur atas hal yang tidak terjadi pada kita. Bukan berarti kita merasa lebih baik dari mereka yang kena bencana, tetapi terlebih karena kita mendapat kesempatan yang lebih baik dari mereka. 

Membantu Lingkungan: 

Dampak dari pekerjaan volunteer , akan memperbaiki lingkungan yang terkena musibah menjadi kembali baik lagi. Baik dari segi fisik maupun kesehatan orang yang ditolong.

Membuat Dunia ini lebih baik: 

Dunia itu sudah menjadi satu, jika ada yang sakit di bagian dunia yang lain, tentu perlu adanya bantuan dari dunia yang lain. 

Merasa berharga dari satu tim yang baik: 

Relawan dari PMI adalah mereka yang sudah memiliki training yang cukup tangguh untuk membantu . Jika mereka berhasil membantu seseorang yang tertimpa bencana (misalnya gempa), maka kita sebagai relawan pun merasa sangat berharga dalam misi penyelamatan. 

PMI : 


Menelisik lebih dalam lagi Indonesia Red Cross yang merupakan bagian dari The International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) telah mendapat dukungan yang besar dalam pelayanan menolong bukan hanya dalam bidang donor darah saja, tetapi sudah semakin luas jaringannya yaitu menolong mereka yang terkena bencana, emergency, komunitas dari mereka yang disebut buruh migran. 

Slogan yang berbunyi : “PMI ada dimana-mana dan untuk siapa saja” bukanlah sekedar slogan, tetapi sudah dapat dibuktikan. 

PMI, ada sebelum dan setelah bencana 


2007:  Saat bencana banjir melanda di Jakarta, terutama masyarakat sekitar Ciliwung, PMI ikut membantu mereka yang rumahnya dilanda banjir untuk dievakuasi dengan 21relawan dan 4 perahu karet dan 4 ambulan.
2014: Aksi bersih Lingkungan Paska Banjir, dilakukan oleh PMI DKI Jakarta di MTs Negeri 23, Jl.Kemuning Dalam I ,Pejaten Timur. Mereka menyemprot tempat yang terkena banjir dengan desinfectan . PMI mengevakuasi para korban banjir dengan perahu karet, menyiapkan makanan siap saji melalui Dapur Umum lebih dari 150.000 boks, menyiapkan bubur kacang ijo, pelayanan kesehatan, pelayanan air bersih, distribusi logistik, dan pelayanan PSP (Psychosocial Support Programme/program dukungan psikolog).

PMI ada saat emergency:


Pada tanggal 23 April telah terjadi kebakaran di pemukiman padat penduduk di wilayah Kalibaru Timur III, Kelurahan Bungur, Kecamatan Senen – Poncol, Senen. Dalam kebakaran itu ada 78 rumah yang hangus dan jumlah warga yang kehilangan rumah tinggalnya sebanyak 332 jiwa. Saat kebakaran, PMI tidak tinggal diam. Mengirimkan 3 unit ambulans untuk membantu mereka yang terkena luka bakar maupun yang meninggal. 

PMI ada saat kesulitan hidup: 

Buruh migran adalah mereka yang harus tinggal di luar negeri ,jauh dari keluarga maupun teman. Kebanyakan dari mereka banyak mengalami kesulitan ekonomi pada saat pulang karena bingung untuk menentukan langkah berikutnya. Hal ini mempengaruhi kesehatan mereka. PMI akan bekerja sama dengan IFRC untuk penanganan kesehatan jiwa ini.

Pelayanan PMI semakin meluas dan lebar bahkan cakupannya sangat banyak (dari kesehatan, migran, shelter, perlindungan hukum), ada dimana-mana dan tidak terbatas di kota besar dan diberikan kepada siapa pun yang membutuhkannya. Komunitas dan relawan yang dibutuhkan pun semakin banyak. Membagikan diri untuk menjadi “ volunteer” agar pelayanan PMI yang berada dimana pun dan untuk siapa pun ini boleh dirasakan manfaatnya dan berguna bagi mereka yang membutuhkan saat emergency,maupun bencana.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Rangka #RedCrossDay #RedCrescentDay




Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman