Demi Cinta, Cari Solusi Keuangan


www.slideshare.net.

Rina, gadis kecil mungil yang lincah itu telah berubah menjadi seorang gadis dewasa. Dia tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah tempat tinggal yang sangat sederhana. Ayahnya seorang pensiunan PNS , sedangkan ibunya seorang guru SMP. Meskipun kehidupannya sangat sederhana, Rina adalah sosok perempuan yang sangat cerdas. Beasiswa dari sekolah sejak dia SMP dan SMA membawa dirinya ke sebuah perguruan tinggi negeri yang terkenal. Cita-citanya yang tinggi , menjadi seorang akuntan publik, ingin diraihnya.

 Jan, seorang pemuda yang dibesarkan di keluarga yang cukup berada dan mapan. Segalanya tersedia sejak kecil. Ayah dan ibunya seorang bisnisman dan bisniswoman yang memiliki perusahaan keluarga. Dengan fasilitas yang tersedia, Yan tak pernah kesulitan untuk ke sekolah. Disediakan supir pribadi yang siap untuk mengantar pergi dan pulang ke sekolah. Di rumah makanan disiapkan oleh pembantu yang pandai memasak. Bahkan segala perlengkapan sekolah pun telah disiapkan oleh pembantu tanpa bersusah payah menyiapkan sendiri. 

Hari-hari pertama masuk ke perguruan tinggi diawali dengan OSPEK, Pekan OrientasiMahasiswa/Mahasiswi . Rina dengan atributnya yang penuh warna warni itu tetap merupakan gadis cantik. Jan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis berkulit putih dan hidung mancung saat dia ikut aktivitas OSPEK sebagai mahasiswa senior. Lirikan matanya Rina, membuat Jan langsung takjub dengannya. Ternyata gayung pun bersambut. Rina tak menampik pemuda ganteng dan galant seperti Jan.

google.com
 Keduanya pun berpacaran dengan sangat intensif. Di kampus seringkali mereka berdua, saling mengisi dan memberikan dorongan, motivasi untuk belajar supaya cepat selesai. Tidak hanya di kampus, mereka juga mengisi liburan bersama-sama dengan nonton, kegiatan hobi yang cukup berbeda. Jan suka tennis, naik kuda atau golf, sedangkan Rina suka naik gunung, memasak. 

 Seperti lagu “Jatuh Cinta”, sejuta rasanya. Demikian juga dengan dua sejoli yang sedang mabuk jatuh cinta seperti Jan dan Rina belum sempat memikirkan tentang masalah uang yang akan dihadapinya jika mereka nantinya akan menikah. Tapi, bagusnya relasi antara Jan dan Rina sangat terbuka dalam segala hal , baik itu hobbi , makanan, pekerjaan, hubungan dengan keluarga besar masing-masing pihak.

 Setelah Jan lulus dari perguruan tinggi, segera mendapatkan pekerjaan dengan posisi junior accountant di suatu perusahaan multinasional. Rina masih melanjutkan studi dan menunggu sampai 2 tahun lagi. Karena Rina termasuk dalam kategori mahasiswi yang pintar, dia dapat ikut kelas akselarasi. Dia mencoba untuk mempercepat waktu belajar dengan mengambil kredit lebih banyak sesuai dengan kemampuannya.

 Selama mereka berpacaran, hubungan mereka tidak selalu mulus. Adakalanya hubungan mereka tegang karena keduanya sangat keras dalam berprinsip. Apa yang dipikirkan Jan belum tentu disetujui oleh Rina. Hal sepele seperti ketika mereka akan pergi menemui teman di suatu tempat. Ketika Jan menyetir, mengambil jalan yang lebih jauh, sedangkan Rina memilih jalan yang lebih singkat tapi lewat jalan tikus. Pertentangan itu bukan hanya sebentar. Seringkali mereka harus berantam karena latar belakang mereka berbeda. Rina merasa terganggu jika Jan melarangnya untuk tidak pergi ke gunung. Padahal itu hobinya. 

Selama Rina merasa aman berangkat dengan teman-temannya yang memang sudah ahli ke gunung, Rina tak pernah merasa hal itu sebagai sesuatu yang membahayakan. Di lain sisi, Jan yang tak pernah menantang alam, merasa “hiking” ke gunung adalah hobi yang membahayakan. Tapi semakin hubungan mereka dekat, mereka belajar mengenal lebih dalam karakter dan kepribadian satu sama lain. Mereka harus bergulat dan bertoleransi untuk menerima perbedaan itu sebagai kekayaan wawasan karena mereka diciptakan berbeda satu dengan yang lain. 

Namun, suatu saat ketika hubungan mereka semakin serius, mereka tersadar karena tanpa uang , tak mungkin mereka melanjutkan cinta yang mereka dambakan. Persoalan utama yang timbul adalah ketika Rina berasal dari keluarga yang tingkat sosialnya sedang atau disebut sederhana sekali. Sebaliknya Jan berasal dari keluarga tingkat sosial tinggi. Perbedaan mencolok ini yang membuat perbedaan persepsi tentang uang bagi kehidupan mereka di kemudian hari jika cinta mereka dilanjutkan ke jenjang pernikahan. 

Suatu hari ketika mereka mengatakan membahas tentang uang yang belum juga terkumpul untuk membeli atau mengambil KPR untuk sebuah rumah. 

Bagi Jan, lebih baik membeli rumah secara kas saja. “Aku memastikan dapat bantuan finansial dari keluarga untuk pembelian rumah. Aku tak suka membeli KPR karena terikat dengan bank selama waktu yang panjang sekali,” kata Jan kepada Rina. 

Bagi Rina, lebih suka jika membeli rumah dengan cara KPR supaya tidak terlalu beban besar membeli langsung, apalagi Rina bukan dari keluarga kaya, tidak ada sumber dana yang diandalkan. “Aku lebih menyukai kita mencoba cari KPR dari salah satu bank yang memang bunganya kompetitif, prosesnya cepat dan mudah, jangka waktu fleksible, bank yang punya relasi dengan banyak developer, uang muka ringan,” kata Rina. 

Sayangnya, perbedaan Jan dan Rina itu tak juga mendapatkan solusinya karena keduanya masih berpegang pada prinsip masing-masing. Apalagi keduanya sudah bekerja, jadi sebenarnya mereka masing-masing berhak untuk mengedepankan usulnya.

Pada suatu titik akhir, Jan dan Rina hampir saja memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan cinta gara-gara mereka tidak juga menemukan titik temu tentang pembelian rumah. Akhirnya, mereka datang kepada seorang finansial planner yang membantu memberikan solusi . Mereka diminta untuk membuat list dari semua kebutuhan mereka untuk mempersiapkan pernikahan mereka dalam waktu dekat. Setelah itu mereka diminta untuk membuat tingkat prioritas dari semua kebutuhannya. Ditemukan bahwa tingkat prioritas yang utama bagi Jan dan Rina adalah rumah. Untuk memperoleh prioritas pertama itu, finansial planner meminta mereka untuk membuat list jumlah uang pendapatan mereka berdua baik itu berupa uang atau tabungan atau bentuk yang lain yang ada saat ini (bukan dari bantuan finansial dari pihak lain).

 Hasilnya ternyata uang yang terkumpul dari mereka berdua belum mencukupi untuk membeli rumah idaman mereka secara kas. Sehingga diusulkan untuk membeli rumah secara kredit. Di sini, ternyata prinsip Jan tak berlaku lagi. Jan harus menerima apa yang diusulkan oleh Finansial Planner. 

Saat mendengar apa yang diusulkan oleh Finansial Planner, berat bagi Jan untuk menerimanya. Pulang dari finansial planner, dia masih bimbang jika ia menerima usul itu artinya ia mengganggap prinsipnya kurang kuat, atau jika dia tak menerima usul ini artinya hubungan cinta dengan Rina akan putus.

Untunglah kematangan rasio dan emosi Jan dapat menerima dan menuntaskan masalah cara mendapatkan rumah dengan cara kredit dari bank. Kebulatan cinta, menghasilkan keputusan bijak dan cerdas untuk menentukan pilihan yang tepat untuk masalah keuangan pembelian rumah bagi Jan dan Rina. Jan, telah menang, memilih cinta daripada egonya tentang cara mendapatkan rumah dengan bantuan orangtua. Jan telah berhasil merengkuh cinta dalam  kemandirian finansial yang harus dipelajarinya. 







Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman