Hilangnya Permata Hati Menjelang Malam Takbiran




Sore itu, ketika saya sedang santai, terdengar suara atau  bunyi  “ting” di ponsel saya.  Suara itu  tidak membuat saya bergeming .  Terbiasa dengan banyaknya suara  “ting” yang umumnya pertanda  ada  berita baru yang masuk ke WA (whatsapplication).

Namun, dentingan itu tak berhenti untuk kesekian kalinya.  Terpaksa saya membuka WA itu dengan rasa malas.  Ternyata, ada berita duka dari seorang teman  senam saya.  Anak lelaki, anak pertama  teman kami itu meninggal dunia.  Di usia yang sangat muda karena sakit .

Sangat mengagetkan karena sehari sebelum malam takbiran itu yang seharusnya menjadi hari-hari yang menyenangkan, menjelang hari kemenangan yang sangat dinantikan.  Namun, tidak bagi teman kami itu. Hari yang sangat menyedihkan kehilangan anak permata hatinya.

Siang itu, kami semua hadir di rumahnya setelah jenazah tiba dari rumah sakit.  Raut muka sedih dan tergoncang terlihat dari teman kami itu.   Dia tak mampu membendung airmatanya yang mengalir terus menerus ketika kami memberikan salam ikut berduka cita.

Kesedihan itu kami sampaikan dengan mengirimkan lantunan doa di depan jenazah anaknya. Kami tak mampu berbincang kepada teman kami untuk menguatkan hatinya. Banyak kenalan, teman, maupun keluarga yang berdatangan.

Ketika jenazah sudah selesai disholatkan dan dimakamkan.  Suasana sepi dan hening itu membuat teman kami menjadi teringat  kembali apa yang terjadi dan ia menjadi sedih.  Phisiknya hadir, tetapi jiwanya melayang, merasakan kegoncangan  karena  kehilangan anaknya di saat yang tidak diharapkannya. Dia tak mampu melihat kenyataan bahwa anak, permata hatinya harus meninggalkan  dirinya lebih awal.   Pertanyaan dalam benaknya tak terjawab.

Kami tentunya harus menguatkan dirinya dalam menghadapi saat yang sulit ini. Tidak heran, kami tetap diam karena jika kami berbicara, itu bukannya membantu mencairkan kesedihan, tetapi akan membuat dirinya makin sedih.

Hari demi hari lewat, kami, mulai membuka pembicaraan.  Teman kami menceriterakan misteri meninggal putranya.Dia mengatakan bahwa putranya telah menderita sakit kronis asma yang sebelumnya dia tak pernah diceriterakannya.  Serangan asma itu terjadi disertai dengan komplikasi terjadi tiba-tiba tanpa adanya tanda sebelumnya.   Putranya ini telah menikah dan meninggalkan istri dengan dua orang putri yang masih sangat belia.

Teman saya ini mengatakan dengan perlahan, beruntung anak saya ini telah memiliki asuransi jiwa .   Adanya asuransi jiwa ini,  anak-anak yang ditinggalkannya masih memiliki masa depan yang lebih baik karena adanya pertanggungan dari asuransi jiwa yang dimilikinya. Sedia Payung sebelum Hujan.

“Asuransi ibarat payung. Payung tidak menjamin hujan akan turun. Tapi menjamin bahwa Anda tidak akan basah kalau ada hujan”.

Lebih baik dari apa yang tak pernah dipikirkan.




Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman