Perempuan Itu Berhati Cantik

www.inatanaya.com

Dian bukanlah seorang perempuan cantik yang fisiknya langsing, matanya belok, hidungnya mancung, bibirnya bak merah delima. Semuanya jauh dari kecantikan fisik yang didambakan oleh setiap perempuan. Dian dilahirkan dengan fisik tubuh yang tidak sempurna, tak sesuai dengan dambaan seorang perempuan.  Wajahnya jauh dari kecantikan sama sekali, hidung “pesek”, matanya sendu, bibirnya cukup tebal , apalagi jika tertawa akan terlihat gigi-giginya yang tak beraturan. 

Hidup terpinggirkan dari sebuah keramaian kota, keramaian mal-mal, keramaian lalu lintas . Desa tempat Dian bekerja sangat terpencil, tak ada infrastruktur yang tersedia, padahal jarak jalan dari desa menuju ke kota sangat jauh.   Jaraknya  yang jauh itu harus  ditempuh dengan motor dengan terjalnya kelokan dan batuan. Di kanan-kirinya terbentang sawah yang menghijau dan belum ada jalan aspal.

Sayangnya, sebagian besar pekerjaan penduduk desa  bekerja sebagai petani.  Petani  di sawah itu bukan sebagai pemilik, tapi hanya sebagai buruh kecil. Kecilnya penghasilan dan tidak tetapnya penghasilan  itulah gambaran dari masyarakat desa itu yang merupakan potret kemiskinan hampir di seluruh desa.

Kemiskinan membuat kesehatan tak terjamin.  Tak ada air  yang cukup untuk mengairi ke rumah tangga.   Tak ada lampu yang menerangi dalam rumah.   Tak ada sanitasi  yang sehat. 

Kondisi kesehatan penduduk desa memprihatinkan.  Hampir setiap penyuluh kesehatan  yang datang untuk melayani kesehatan masyarakat desa, pulang kembali dan gagal untuk melayani. Tak mampu untuk menerima kenyataan, kemiskinan dan kesulitan yang dihadapi . 

Masyarakat miskin, mengakibatkan tak memiliki fasilitas kesehatan. Bahkan kemiskinan mempengaruhi kesehatan keluarga dan balita. Kesehatan yang tak terawat karena tak ada uang pembeli untuk makanan, nutrisi, obat, buruknya sanitasi, mengakibatkan kualitas kesehatan yang sangat minus. Ketika kesehatan anak dan ibu minus, banyak yang meninggal karena kurangnya gizi, maupun makanan sehat. Tak ada yang mampu untuk bertahan tinggal di desa itu , semua penyuluh kesehatan akan menyerah sebelum berperang. Medan desa dan masa depan desa itu bagaikan pintu menuju ke kematian. 

Saat pertama kali Dian datang ke desa, hatinya berdecak, kaget melihat kemiskinan desa itu. Hati kecilnya mengatakan tak mungkin tahan untuk bekerja sebagai bidan di sini. Terlalu miskin untuk sebuah pengorbanan. “Aku datang dari Kota Besar, Bandung, dari sebuah sekolah perawat ternama. Ini tak cocok dengan ilmu dan jiwaku!” 

Namun, panggilan jiwa itu ternyata berubah total saat dia menghadapi seorang ibu yang melahirkan. Ketika ibu itu memiliki kelainan letak janin anak, dan caesar adalah satu-satunya jalan . Dian sudah memutuskan untuk merujuk dan membawa ibu itu ke rumah sakit yang besar dengan ambulan.

Rupanya perjalanan dari desa ke kota tak berjalan mulus, rusaknya jalan membuat ibu itu tergoncang badannya, sehingga tak tahan lagi untuk melahirkan. Kondisi darurat itu tak tertahankan.  Di ambulan yang tak ada alat-alat canggih untuk menangani sebuah operasi, Dian yang hanya seorang bidan, dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan ibu dan bayi.

Berbekal kemampuan yang berasal dari pengalaman sebelumnya, Dian melakukan misi penyelamatan ini.  Hanya dia satu-satunya dalam ambulans yang mampu menanganinya. Dengan sekuat tenaga, Dia mampu melakukan kelahiran yang penuh resiko besar itu. Secepatnya, setelah kelahiran bayi itu, Dia minta agar ambulan dilarikan secepatnya. Beruntung ibu yang baru melahirkan dapat diselamatkan karena mendapat penanganan di rumah sakit dengan cepat.

Pengalaman yang traumatis sekaligus penguatan apa makna sebuah pengorbanan menjadi titik balik bagi Dian. Dian datang ke desa itu dengan suatu misi mulia. Dia memulai tugasnya dengan meningkatkan kualitas kehidupan ibu dan anak dari rumah tangga. Mengajarkan bagaimana bercocok tanam di rumah, maupun membuat kerajinan dari daur ulang barang. Hasil penjualan pertanian, kerajinan meningkatkan roda perekonomian. Kesehatan anak dan ibu pun meningkat.

Sebuah hati yang mulia mampu merubah wajah desa yang miskin menjadi desa yang sejahtera berkat hati seorang bidan yang bernama Dian. Inilah makna kecantikan sebuah cantik dari hati seorang perempuan, yang bukan hanya fisik yang mampu pudar ketika usia menghampiri. Tetapi, kecantikan hati akan mampu mengubah wajah sebuah desa dan masyarakat. Suatu kecantikan yang tak bisa diukur dari luarnya tapi dari sebuah karya-karya yang bermanfaat bagi orang lain.

Sebagai pelengkap dari cantik dari  hati adalah mempercantik fisik yang tidak sempurna. Memang kecantikan  dari dalam akan selalu terpancar keluar.  Tak ada salahnya jika kecantikan fisik yang tidak sempurna itu dipercantik agar setiap orang dapat melihat kecantikan dari luar maupun dari dalam.  Keindahan seorang perempuan akan jauh lebih sempurna apabila ada sentuhan-sentuhan yang membuatnya menarik, indah maupun mempesona.   Dengan sentuhan Wardah, maka kecantikan itu akan lebih sempurna.
www.wardahbeauty.com

Tulisan ini dikut sertakan dalam Lomba Wardah #CantikdariHati


*nama Dian adalah nama samaran

Wardah

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman