Medsos: Berkah atau Musibah Bagi Toleransi dan Keberagaman

Media sosial adalah suatu ruang bagi publik untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi baik itu untuk memberikan atau mendapatkan informasi . Namun, penting diingat bahwa ruang publik yang digunakan melalui internet itu sifatnya publik bukan individual.

Ada beberapa website atau sosial media yang memiliki rambu-rambu dengan jelas dan tegas untuk beretika. Tetapi ada beberapa akses yang tak memberikan rambu-rambu sama sekali. Dalam berinteraksi dengan media sosial, dimana pengunjungnya yang datang adalah beragam .Beragam baik itu dalam sosial, budaya, maupun dalam agamanya. 

Dalam lingkup Indonesia, pengguna internet yang berjumlah cukup besar,82 juta , sangat beragam baik itu dari genre maupun sosial budaya dan agamanya. Sosialisasi untuk bagaimana menggunakan media sosial yang beretika belum didengungkan dengan jelas. Di Sekolah Dasar, Tingkat Pertama, Tingkat Atas, di lingkungan sekolah tidak pernah diberikan/disampaikan tentang etika bermedia sosial kepada mereka yang menggunakan media sosial kecuali disampaikan apa bahayanya jika menggunakan media sosial yang mengandung pornografi atau yang  bersifat kriminalitas atau membahayakan bagi mereka (hacker).

Sementara sosialisasi untuk pengguna media sosial dewasa, belum seluruhnya tersentuh. Ada yang mengatakan bahwa pokoknya tak membicarakan “sara” atau menyinggung orang lain pada saat berinteraksi. Sayangnya, konsep dari toleransi itu sekedar hanya ucapan dan tidak diimplementasikan pada saat mereka berinteraksi. Sebenarnya fungsi awal media sosial yang demikian besar itu, harusnya dimanfaatkan secara baik. Ketika anak saya duduk di SMA, jika ada kerja kelompok di sekolah maka semua pekerjaan yang perlu dilanjutkan di rumah akan dikomunikasikan melalui Facebook dengan membentuk grup.

Kerja mereka sangat efektif dan sangat bermanfaat karena mereka tak perlu berkumpul setiap waktu. Mereka dapat berkomunikasi dan menentukan apa yang perlu dikerjakan dengan chat di facebook

Fungsi media sosial yang dapat menjadi berkah bagi bagi kami dari kelompok ibu-ibu yang belajar tentang SEO untuk blog. Di kelompok ibu-ibu yang belajar itu, saya satu-satunya yang berbeda agama. Sedangkan sebagian besar adalah mayoritas agama Islam. Namun, bagi kami tidak ada perbedaan dalam belajar. Kami hanya menggunakan WA (whatsapplication) dan Facebook sebagai media sosial untuk terus komunikasi dalam tukar menukar arisan backlink blog kami. 

www.inatanaya.com
Pemahaman penggunaan media sosial untuk manfaatnya bukan untuk memojokan orang yang berbeda dengan penggunanya belum dapat dilakukan setiap orang. Suatu kali ketika saya menjumpai di satu Media sosical twitter, mereka mengatakan dan memojokan temannya dengan satu kata yang sangat menyakitkan “Dasar kamu bukan orang X (suku agama tertentu)”. Saya masih ingat dengan perkataan Florence Sihombing dalam walnya mengunggah status yang menghina Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Florence menyebut Yogya tolol dan dia mengajak teman-temannya agar jangan tinggal di Kota Pelajar itu. Hal itu dijadikan status akun jejaring sosial Path-nya. “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja,” tulis Florence.


Bukan hanya bullying kata yang membuat toleransi terhadap keberagaman itu menjadi rapuh, beberapa kali saya menjumpai ada foto-foto dari atau karikatur “Muhammad” yang diupload di media sosial dengan maksud mengejek . Yang diangkat bukan untuk kesejukan atau toleransi karena adanya kelemahan satu suku bangsa/agama, tetapi justru menjatuhkan hanya melihat sisi kelemahan satu suku bangsa/agama. Lebih membahayakan toleransi keberagaman adalah dengan memberikan ulasan atau film yang seolah-oleh membenarkan dirinya /kepentingannya tetapi justru itu kebenaran yang mengkotakkan dan memecahkan keberagaman. 


Di satu sisi memang media sosial itu sangat bermanfaat bagi penggunanya, tetapi di sisi lain sangat merugikan apabila penggunanya belum memiliki etika tentang penggunaan media sosial. Etika media sosial yang berkaitan dengan toleransi yang ditemukan hanya untuk perusahaan pemerintah, tidak menjelaskan lebih lanjut tentang integritas dengan menjaga etika saja.

 Etika media sosial selalu dikaitkan etika secara umum dalam dunia cyber: 

  1.  DON’T spam — Spam adalah penggunaan perangkat elektronik untuk mengirimkan pesan secara bertubi-tubi tanpa dikehendaki oleh penerimanya.  
  2.  DON’T keep everything private — Disatu sisi privasi on-line sangat penting, tetapi apabila setiap interaksi sosial dianggap privat maka apa gunanya berpartisipasi dalam media SOSIAL? Gunakan saja e-mail, IM, SMS apabila tujuannya itu dan jangan sampai menimbulkan salah penafsiran bahwa group Anda terlalu eksklusif  
  3.  DON’T “go after” competitors – Jangan “menyerang” kompetitor pada saat mereka melakukan suatu kesalahan bodoh, komentari sesuka hati tetapi jangan melakukan sabotase media — seperti mencoba “menimbun” posting atau berita baru, melaporkan dengan harapan pelarangan dalam penggunaan media sosial, atau meniru sebagai seorang pelanggan yang tidak puas.
  4.  DON’T create multiple handles to “gang up” — Apabila banyak yang tidak sepaham dengan pendapat Anda, itu menyatakan sesuatu. Jangan sekali-kali memberi komentar menggunakan identitas palsu untuk mendukung pendapat diri (dibuat seolah-olah banyak orang yang sependapat dan setuju dengan pendapat Anda). Tidak saja hal tersebut bodoh, tetapi lambat laun juga akan terbongkar.
  5.  DON’T try to incite a mob mentality — Tidak hanya menggunakan identitas palsu, hindari juga provokasi massa media sosial. Apabila Anda secara terang-terangan mengajak setiap orang untuk memberi komentar mengenai sesuatu mengikuti pendapat sendiri maka Anda bersalah dalam hal telah memanipulasi suatu percakapan.
  6.   DO think before “speaking” — Salah satu fitur utama media sosial adalah publikasi pendapat, atau sekedar ocehan secara instan dan jangkauannya luas. Kadang ada hal-hal atau pendapat yang tiba-tiba muncul di pikiran kita, tetapi apakah perlu diberitakan di Internet? Pertimbangkan terlebih dahulu! 

Media sosial bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi mampu menjadi berkah untuk  toleransi, keberagaman namun di sisi lain menjadi musibah bagi keberagaman atau diversity. Kuncinya adalah pada penggunanya. Pengguna yang memiliki etika yang berintegritas tinggi, mampu berpikir secara mendalam sebelum melakukan opini, jawaban, upload, dan jauhkan segala hal yang bersifat sara. 

Toleransi artinya mampu menghargai keberagaman. Kekayaan bangsa ini adalah keberagamanya , oleh karena itu junjung tinggi nilai keberagaman untuk mencapai nilai toleransi yang luhur.






Sumber referensi: 
  • Institut Komunikasi Indonesia Baru 
  • Teaching Tolerance
  • Wikipedia

Tidak ada komentar

Pesan adalah rangkaian kata yang membangun dan mengkritik sesuai dengan konteksnya. Tidak mengirimkan spam!

Total Tayangan Halaman